vivanews.com, Selasa 18 Mei 2010
VIVAnews - Pegawai pajak pemeriksa PT Permata Hijau Sawit (PHS) hari ini mengecewakan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Atas nama reformasi birokrasi, pegawai yang dipanggil terkait pemeriksaan PHS ini kelabakan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan anggota dewan.
Pertanyaan paling menohok dan rata-rata tidak bisa dijawab adalah perihal dasar hukum atau aturan seorang pegawai negeri sipil bertugas. "Apa yang menjadi dasar saudara bekerja melakukan wewenang itu." Ini adalah pertanyaan paling mendasar yang ditanyakan para anggota dewan sore ini.
Mereka yang dipanggil itu adalah Sumurung Sihotang, Jeffry Lumbung, Mangitan Simosir, Iwa Waryun, Noorfais, Iqbal, dan Kusno.
Pemanggilan oleh Komisi XI berkaitan dengan pemeriksaan PT Permata Hijau Sawit yang oleh Menteri Keuangan disebut merestitusi faktur pajak fiktif sebesar Rp 300 miliar. Komisi XI berniat mengonfrontir dengan pernyataan yang disampaikan oleh PHS sebelumnya.
Tapi, apa yang dihadapi justru mengecewakan anggota dewan. Tujuh orang tersebut tidak bisa menjawab perihal dasar hukum tugasnya. Tak hanya itu, saat awal-awal diminta menceritakan kronologi pemeriksaan PHS, mereka tidak bisa menjelaskan secara detail. Hanya mengingat-ingat seadanya.
Setelah satu jam rapat dengar pendapat berjalan, kondisi ini pun membuat anggota makin meninggi pertanyaannya karena hasilnya mengecewakan.
"Ini menandakan bapak yang fungsional, tidak bisa memberikan jawaban konseptual dan pas tentang apa itu pemeriksaan pajak," kata anggota dewan Arif Budimanta dengan nada meninggi tanda kesal.
Arif kesal, karena peraturan-peraturan apa yang mendasari mereka bekerja tidak ada yang bisa menjawab dengan pas.
Selanjutnya, ketika diberikan pertanyaan mendasar tentang apa yang dimaksud tentang pemeriksaan pajak, mereka juga tidak bisa menjawab.
Padahal, tugas utama dan hal utama yang akan didalami dalam rapat dengar pendapat kali ini perihal pemeriksaan bukti permulaan dan lainnya.
"Bapak kerja sejak tahun berapa, siapa di sini yang paling lama," tanya Arif.
"Bekerja sejak tahun 1991," jawab Sumurung yang menjawab arti tentang pemeriksaan. "Berarti 20 tahun," ujar Arif singkat dan terdiam karena kecewa.
Rapat dengar pendapat ini pun masih berlangsung terus. Rapat berlangsung secara tanya jawab langsung tanpa dibagi termin layaknya model dialog dalam sebuah seminar.
Anggota dewan berusaha mengorek informasi perihal pemeriksaan. "Ini menandakan fiskus yang ceroboh," celetuk anggota dewan. (hs)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar