Selasa, 28 September 2010

Ekonom: Tax Holiday, RI Perlu Tiru Malaysia

vivanews.com, Selasa 28 September 2010

Arinto Tri Wibowo, Iwan Kurniawan

Pemerintah semestinya meniru Malaysia yang telah menerapkan kebijakan keringanan pajak (tax holiday) kepada industri manufaktur. Selama ini, pemerintah mempunyai pemikiran bahwa tax holiday diberikan kepada investor asing.

"Padahal, investor lokal juga ingin berinvestasi jika diberikan tax holiday," ujar ekonom Internasional Center for Applied Finance and Economics (Intercafe) Institut Pertanian Bogor (IPB), Iman Sugema, di acara Indonesia Economic Quarterly di Jakarta, Selasa 28 September 2010.

Menurut Iman, Malaysia begitu giat memberikan tax holiday terhadap perusahaan baru dan lama yang hendak berekspansi, sehingga industri di Malaysia berjalan.

Langkah kedua, Malaysia juga memberlakukan tarif impor nol persen terhadap semua bahan baku yang akan diolah dan diekspor lagi. "Bahan baku industri nol persen, bahan setengah jadi 5-15 persen. Kalau di Indonesia kan semuanya impor tarifnya nol persen," ujarnya.

Tax holiday yang diberikan Malaysia sebenarnya berlaku 10 tahun, namun kenyataannya berlaku selamanya. Setiap perusahaan Malaysia yang hendak membeli mesin pengolah akan diberi insentif.

"Mesin itu kan umurnya 10 tahun. Setiap 10 tahun perusahaan membeli mesin baru dan diberi tax holiday," ujar Iman.

Strategi Malaysia ini, menurut Iman, patut ditiru Indonesia. Tax holiday diberikan kepada pengusaha lokal yang berorientasi ekspor, sehingga tenaga kerja dapat terserap dan negara mendapatkan keuntungan dari ekspor.

Selain tax holiday, insentif kedua yang dapat diberikan adalah alih teknologi. Industri China dapat tumbuh besar karena alih teknologi yang difasilitasi oleh pemerintahnya, sehingga tumbuh industri berbasis teknologi.

"Harus 'dirampok' teknologi seperti China, lalu bangun pabriknya dan pemerintah harus melindungi," ujarnya. (hs)

Selasa, 14 September 2010

Insentif pajak diharap berlaku 1 Januari 2011

bisnis.com, Selasa 14 September 2010

Agust Supriadi

JAKARTA: Direktorat Jenderal Pajak berharap insentif pajak menyerupai tax holiday sudah bisa diberlakukan per 1 Januari 2011 setelah aturan penanaman modal dan aturan pajak penghasilan (PPh) selesai diharmonisasi.

Direktur Jenderal Pajak Mochammad Tjiptardjo menuturkan Menteri Keuangan telah membentuk tim khusus untuk mengkaji bentuk insentif baru menyerupai tax holiday seperti yang diminta dunia usaha. Untuk itu, Undang-Undang No.25/2007 tentang Penanaman Modal dengan Undang-Undang No.36/2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh) tengah diharmonisasi agar bentuk insentif pajak baru yang ideal bisa diputuskan.

“Timnya sudah dibentuk oleh Menkeu, lagi bekerja. Nanti pada saatnya kalau selesai kami akan laporkan bentuk tax holiday-nya kayak apa, itu lagi dikaji. Ya syukur-syukur bisa cepat selesai. Idealnya kan 1 Januari [2011] sudah bisa diterapkan,” ujar dia di sela acara halal-bihalal Kementerian Keuangan, hari ini.

Menurutnya, harmonisasi kedua undang-undang tersebut perlu dilakukan mengingat di UU PPh tidak mengatur adanya tax holiday dalam rezim perpajakan di Indonesia. Sebisa mungkin, pemerintah menghindari adanya revisi undang-undang karena prosesnya akan memakan waktu lama.

“Kalau misalnya melalui undang-undang perubahan, Anda tahu sendiri kan lama. Kalau tidak melalui undang-undang perubahan, lalu melalui apa [untuk meloloskan tax holiday]? Ini yang sedang kami kaji,” tuturnya.

Tjiptardjo menjelaskan pemerintah Indonesia sebenarnya sudah menyediakan berbagai macam insentif bagi kegiatan usaha di Tanah Air. Hanya tuntutan tax holiday dari dunia usaha yang sampai saat ini belum bisa diwujudkan karena terbentur aturan perpajakan.

“Kalau fasilitas itu sudah seabreg-abreg [banyak sekali]. Cuma ada satu yang sesuai dengan UU. No.25/2008 pasal 18 ayat 5 mengenai tax holiday yang masih gantung, karena Undang-Udnang Perpajakan tax holiday itu tidak ada, tidak diatur,” katanya.

Seperti diketahui, Pemerintah tengah menyusun aturan insentif fiskal dan nonfiskal yang dikhususkan bagi investasi skala besar. Hal tersebut masih dalam pembahasan di internal pemerintah yang melibatkan sejumlah kementerian/lembaga, a.l. Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian, dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

DPR desak Ditjen Pajak didesak penuhi target 2010

bisnis.com, Selasa 14 September 2010

Achmad Aris

JAKARTA: Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mendesak Ditjen Pajak untuk bekerja keras dalam memenuhi target penerimaan pajak tahun ini yang dipatok sebesar Rp606 triliun dalam APBNP 2010.

Anggota Panja Perpajakan Komisi XI DPR Arif Budimanta mengatakan masih ada kesempatan sekitar empat bulan bagi Ditjen Pajak untuk memenuhi target penerimaan pajak sesuai dengan yang telah disepakati antara pemerintah dan DPR dalam APBNP 2010.

"Masih ada kesempatan apabila aparatur Ditjen Pajak lebih aktif lagi menggapai para pembayar pajak. Untuk itu, Ditjen Pajak harus bekerja extra ordinary," katanya di Jakarta hari ini.

Data Ditjen Pajak mencatat realisasi penerimaan pajak nonmigas per 23 Agustus 2010 baru mencapai 56,5% atau masih tersisa 43,5% senilai Rp263 triliun yang harus dikumpulkan Ditjen Pajak dalam sisa waktu 4 bulan ini.

Arif menuturkan masih banyak sektor penerimaan yang bisa dimaksimalkan lagi, seperti sektor keuangan, realestat, jasa, dan sektor yang berhubungan dengan sumber daya alam.

Berdasarkan sektoral, menurutnya, rasio sumbangan penerimaan pajak terbesar adalah berasal dari sektor keuangan, realestat, jasa perusahaan yang menyumbang 20,1%, diikuti oleh sektor listrik, gas, dan air bersih sebesar 13,7%. Selanjutnya, industri pengolahan sebesar 12,9%, pertambangan dan penggalian sebesar 10%.

"Artinya, potensi-potensi ini masih bisa ditingkatkan lagi sesuai dengan volume produksi dan ekspornya," ujarnya.

DPR, lanjutnya, akan selalu mengawasi dan mengingatkan pemerintah agar target penerimaan pajak tahun ini bisa 100% dicapai. "Kami akan ingatkan dan awasi pemerintah bahwa pemerintah telah berjanji dengan rakyat sesuai dengan UU APNBP 2010," tambahnya.

Direktur Jenderal Pajak Mochamad Tjiptardjo sebelumnya menyatakan salah satu cara pengamanan penerimaan pajak tahun ini adalah dengan mengoptimalkan penerimaan pajak dari boomingnya industri otomotif.

Selain itu, lanjutnya, target penerimaan pajak yang tersisa tersebut akan ditutup melalui kegiatan ekstensifikasi dan intensifikasi perpajakan. "Intensifikasinya kami akan lakukan dengan pencairan tunggakan dan pemeriksaan," jelasnya.

Berdasarkan jenis pajaknya, menurut dia, penerimaan di akhir tahun akan berasal dari PPN, PPh badan, dan PPh pasal 21. "Kalau menjelang hari raya kan ada THR, bonus, dan segala macam, jadi penerimaan PPh pasal 21-nya akan besar," ujarnya.(er)

Pemerintah Akan Rombak Ditjen Pajak

kompas.com, Jum'at 10September 2010

JAKARTA - Pemerintah berencana merombak struktur Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen) Pajak. Langkah pemerintah itu untuk meningkatkan kualitas pelayanan pajak.

Menteri Keuangan (Menkeu) Agus Martowardojo mengatakan, pemerintah akan membagi Ditjen Pajak menjadi dua bagian. Pertama, sebagai pembuat peraturan pajak. Kedua, sebagai pihak yang melaksanakan administrasi perpajakan. "Rencana itu dilakukan di kuartal empat 2010," ucap Agus disela acara open house Lebaran, Jumat (10/9/2010).

Selain melakukan pemisahan itu, Agus mengatakan, dalam waktu bersamaan Ditjen Pajak juga akan memperkuat internal kontrol. Menurutnya, pemerintah akan membuat unit quality assurance untuk menyelesaikan perselisihan perhitungan pajak secara independen.

Rencana lainnya, pemerintah juga akan membuat satu unit eksaminasi. Menurut mantan Direktur Utama Bank Mandiri, unit itu dimaksudkan untuk berjaga-jaga seandainya ada keberatan. "Eksaminasi ini untuk menyakinkan atau suatu kontrol terhadap hasil akhir daripada pemeriksaan," kata Agus.

Selanjutnya Menkeu menjelaskan, Ditjen Pajak juga akan mencegah terjadinya pemalsuan dalam institusi pajak dan menghindari adanya praktek transfer pricing.

Empat Sektor Dapat Insentif Pajak

kompas.com, Jum'at 10 September 2010

JAKARTA - Pemerintah fokus memperdalam pemberian insentif pajak kepada empat sektor industri. Keempat sektor industri ini akan terakomodasi dalam merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 62 Tahun 2008 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan (PPh) Untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan atau Daerah-Daerah Tertentu.


Edy Putra Irawady, Deputi Menteri Koordinator Perekonomian Bidang Perdagangan dan Perindustrian mengatakan, sektor pertama yang ingin diperdalam itu adalah industri energi terbarukan seperti etanol. "Kemudian industri karet seperti ban kemudian farmasi, dan petrokimia," ucap Edy disela acara open house Lebaran, Jumat (10/9/2010).

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Gita Wirjawan mengatakan, langkah pemerintah merevisi PP 62 Tahun 2008 lantaran adanya tawaran dari sejumlah investor yang ingin membenamkan duitnya di Indonesia namun sektornya belum terakomodasi aturan tersebut. Salah satu perusahaan yang dimaksud adalah perusahaan ban asal Korea yang mau berinvestasi sebesar 1,2 miliar dollar AS.

Insentif pajak yang terdapat dalam PP 62 Tahun 2008 adalah fasilitas PPh yang diberikan adalah pengurangan Penghasilan Netto 30 persen dari jumlah penanaman modal yang dibebankan selama enam tahun sebesar 5 persen tiap tahunnya.

Fasilitas lainnya adalah penyusutan dan amortisasi yang dipercepat, pengenaan PPh atas dividen yang dibayar kepada Subjek Pajak Luar Negeri sebesar 10 persen. Selain itu ada juga kompensasi kerugian antara lima dan 10 tahun.