Sabtu, 04 Desember 2010

Supaya Adil, Punya Mobil Banyak Pajaknya Tinggi

detikfinance.com, Jum'at 3 Desember 2010

Jakarta - Pemberlakuan pajak progresif kendaraan bermotor roda empat adalah bentuk azas keadilan bagi masyarakat. Dengan demikian, masyarakat yang punya banyak mobil akan kena pajak lebih tinggi.

"Saya kira itu azas keadilan. Segala sesuatu yang menimbulkan value added (nilai tambah) ada unsur tax disitu, dan ketentuan ini berlaku secara universal," ujar Menko Perekonomian Hatta Rajasa saat ditemui Gedung Smesco, Jalan Jenderal Gatot Subroto, Jakarta, Jumat (3/12/2010).

Dengan adanya penerapan pajak tersebut, lanjutnya, diharapkan bisa menekan kemacetan di Jakarta karena bisa mengurangi jumlah kendaraan bermotor.

"Saya kira itu menolong (kemacetan) untuk jangka panjang," pungkasnya.

Seperti diketahui, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan memberlakukan penerapan tarif pajak progresif bagi kendaraan bermotor mulai tanggal 1 Januari 2011. Saat ini, rancangan peraturan daerah yang mengatur hal tersebut, yang mengacu pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, sudah disetujui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta.

Dalam rancangan tersebut, ditetapkan bahwa bagi kepemilikan kendaraan pertama dikenakan pajak 1%, kendaraan kedua 2%, kendaraan ketiga 2,5%, dan kendaraan keempat dan selanjutnya sebesar 4%.

Pemerintah Bebaskan Biaya Fiskal Mulai 2011 Karena Malu

detikfinance.com, Sabtu 4 Desember 2010

Bogor
- Mulai 1 Januari 2011, pemerintah melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak akan menghapuskan biaya fiskal perjalanan ke luar negeri. Alasannya karena malu. Malu kenapa?

Direktur Transformasi Proses Bisnis Ditjen Pajak Robert Pakpahan mengatakan, dalam era globalisasi saat ini, memalukan jika suatu negara masih menerapkan tarif fiskal untuk perjalanan ke luar negeri.

"Malu juga mempertahankan fiskal luar negeri ini (sekarang)," ujar Robert dalam acara Sosialisasi Perpajakan di Bogor, Sabtu (4/12/2010).

Robert menjelaskan, biaya fiskal luar negeri ini sudah tidak layak lagi diberlakukan karena kondisinya yang berbeda dibandingkan sewaktu mulai diberlakukannya fiskal ini.

Dulu, kebijakan ini digunakan untuk menjaring masyarakat untuk bersedia mendaftarkan diri sebagai wajib pajak. Namun sekarang, kebijakan tersebut sudah dianggap berhasil guna meningkatkan jumlah wajib pajak.

"Jadi kebijakan ini guna menjaring masyarakat secara volunteer mendorong, untuk mendaftarkan diri ke kantor pajak. Kan nanti orang mikir kalau punya NPWP bisa dibebaskan fiskal, jadi mau daftar," jelasnya.

Selain itu, kebijakan fiskal ini dulunya digunakan untuk menghalangi orang kaya menghabiskan uangnya di luar negeri. Serta turut mengembangkan pariwisata dalam negeri.

"Awal sekali adanya kebijakan ini untuk merem supaya tidak gampang orang-orang kaya menghabiskan uangnya di luar negeri. Selain itu dihalang-halangi bertamasya ke luar negeri, sehingga wisata ke dalam saja," ujar Robert.

Namun, pada saat ini, lanjut Robert, tidak layak lagi menghalang-halangi seseorang untuk bertamasya ke luar negeri dan wisata Indonesia pun juga memiliki daya tarik tersendiri.

"Tapi kita tidak bisa menghalang-halangi pada globalisasi, tapi pasti wisata Indondesia punya yang ditonjolkan," jelasnya.

Robert juga mengungkapkan dengan dihapuskannya kebijakan fiskal luar negeri ini mampu menghilangkan potensi manipulasi nilai fiskal yang dilakukan antara aparat pajak dan masyarakat.

"Insiden dimanipulasi juga, baik dari aparat kami maupun orang bisa mempermainkan fiskal tapi praktik ini akan hilang (dengan kebijakan penghapusan fiskal luar negeri)," ujarnya.

Robert menyatakan tidak ada kekhawatiran dari pihaknya terhadap penghapusan fiskal ini terhadap penerimaan negara. Pasalnya, sumbangan fiskal luar negeri tidak begitu signifikan.

"Waktu diterapkan fiskal luar negerti telah berhasil mendapatkan Rp1,5-3 triliun per tahun. Sumbangan ke pemerintah memang ada tapi tidak terlalu signifikan," pungkasnya.

Kamis, 02 Desember 2010

Pajak Progresif Kendaraan Berlaku Mulai 2011

ortax.org, Koran Tempo, 2 Desember 2010

JAKARTA - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memastikan akan memberlakukan tarif pajak progresif mulai 1 Januari 2011 bagi subyek pajak yang memiliki kendaraan roda empat lebih dari satu. Tarif pajak progresif yang diberlakukan berkisar 1,5 persen hingga 4 persen dari harga kendaraan tersebut.

"Drafnya sudah disetujui Dewan. Saat ini sedang dalam proses penomoran untuk dijadikan peraturan daerah," kata Kepala Bidang Peraturan dan Penyuluhan Dinas Pelayanan Pajak Provinsi DKI Jakarta Arif Susilo kemarin.

Pemberlakuan tarif pajak progresif dilakukan sebagai bentuk upaya mengatasi kemacetan di Jakarta. "Karena subyek pajak akan berpikir ulang sebelum membeli kendaraan lebih dari satu," ujar Arif.

Ia menjelaskan, pajak ini berlaku untuk semua jenis kendaraan tambahan yang dimiliki subyek pajak, berdasarkan nama individu dan atau alamatnya. Mobil tambahan yang harganya murah atau yang tahun pembuatannya sangat tua pun akan dikenai pajak ini.

Besaran tarifnya dimulai dari 1 persen untuk kepemilikan kendaraan pertama, dan 2 persen untuk kendaraan kedua. Tarif akan meningkat jadi 2,5 persen bagi kendaraan ketiga, sedangkan kendaraan keempat hingga seterusnya sebesar 4 persen.

"Besaran tarif ini relatif lebih rendah dibanding ketentuan yang tertuang dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah," Arif menambahkan. "Dalam undang-undang itu disebutkan besaran tarif sebesar 10 persen. Namun setiap kota dan daerah seluruh Indonesia memiliki kewenangan untuk menentukan besarannya berdasarkan potensi masing-masing."

Pemerintah DKI Jakarta melihat potensi pajak yang hendak menjadi sasaran sebesar 10 persen hingga 20 persen dari jumlah total pemilik kendaraan. Adapun data dari Polda Metro Jaya menunjukkan pertumbuhan volume kendaraan di Jakarta terus meningkat.

Pada 2007, pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor di Ibu Kota sebesar 14,61 persen untuk motor dan 6,73 persen untuk mobil. Komisi Kepolisian Indonesia juga mencatat jumlah penduduk DKI Jakarta pada Maret 2009 sebesar 8,5 juta jiwa, dengan jumlah kendaraan bermotor yang terdaftar hingga Juni 2009 mencapai 9,99 juta. Itu artinya, satu keluarga memiliki paling tidak 3 kendaraan bermotor.

Jakarta Akan Tarik Pajak Juragan Warteg

kompas.com, Kamis 2 Desember 2010

JAKARTA — Anda suka makan di warung pinggir jalan yang lazim disebut warteg, akronim dari warung tegal?

Bersiaplah membayar harga makanan lebih tinggi karena mulai tahun depan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan menyuruh juragan warteg membayar pajak daerah.

Ketentuan itu berlaku setelah DPRD DKI Jakarta menyetujui rencana penerapan pajak restoran terhadap segala jenis tata boga di Jakarta sebesar 10 persen.

Penetapan tersebut didasarkan pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pajak ini berlaku untuk seluruh jenis rumah makan dengan omzet Rp 60 juta per tahun atau Rp 5 juta per bulan atau sekitar Rp 167.000 per hari.

"Mulai Januari 2010, harga setiap makanan dan minuman yang ada di warung tegal akan menjadi lebih mahal karena dikenai pajak sebesar 10 persen dari harga biasanya. Itu termasuk warteg, rumah makan padang, dan rumah makan yang usahanya maju," kata Kepala Bidang Peraturan dan Penyuluhan Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta Arief Susilo, Rabu (1/12/2010).

"Warteg kan penghasilannya cukup baik, ini untuk menaikkan penerimaan daerah. Kami tidak melihat informal atau formal, yang pasti di atas 60 juta rupiah," tambah Arief.

Arief mengimbau pemilik rumah makan yang sesuai dengan ketentuan pemberlakuan pajak itu untuk mendaftarkan diri sebagai obyek pajak.

Jika memenuhi syarat, para pemilik usaha rumah makan ini akan mendapatkan nomor wajib pajak. Dengan demikian, lanjut Arief, mereka dapat menyetorkan pajak ke kantor Badan Pengelola Keuangan Daerah melalui unit kas daerah di setiap kecamatan.

Ketua Komisi Keuangan DPRD DKI Ridho Kamaludin membenarkan, penerapan pajak ini tidak dispesifikasikan pada jenis usaha kuliner tertentu. Namun, ia meragukan optimalisasi kebijakan tersebut karena belum ada sosialisasi ke usaha boga berskala kecil.

"Untuk itu jika ada usaha boga yang hendak melakukan protes atas kebijakan ini, dapat disampaikan kepada Dinas Pelayanan Pajak," kata Ridho.

Sabtu, 20 November 2010

Istri Gayus Bisa Dijerat Pasal Bersekongkol

inilah.com, Jum'at 19 November 2010

Jakarta - Istri Gayus HP Tambunan, Milana Anggraeni alias Rani bisa dijerat pasal turut serta melakukan kejahatan bersama suaminya.

"Ada turut sertanya, kalau nggak ada kerjasamanya nggak mungkin," ujar Kepala Bagian Penerangan Masyarakat Polri Kombes. Pol. Marwoto Soeto, di Mabes Polri, Jl. Trunojoyo, Jakarta Selatan, Jumat (19/11/2010).

Milana yang akrab disapa Rani, terindikasi turut membantu memalsukan Kartu Tanda Pengenal (KTP) suaminya. Gayus diketahui menggunakan KTP dengan nama Sony Laksono, saat memesan tiket penerbangan ke Bali, dan menginap di Hotel Westin, Nusa Dua, Bali.

Selain membantu Gayus membuat identitas palsu, wanita pegawai negeri sipil Pemprov. DKI ini juga menghilangkan atribut penyamaran suaminya, berupa rambut palsu dan kaca mata. [TJ]

Demokrat : Gayus Keluar Sel, Tak Bisa Dihukum

inilah.com, Jum'at 19 November 2010

Jakarta- Fenomena Gayus Tambunan pelesiran ke Bali ternyata bukanlah sebuah pelanggaran hukum. Gayus keluar dari sel dianggap tak melakukan tindak pidana.

Pandangan itu diutarakan Amir Syamsuddin, anggota Dewan Pembina Partai Demokrat (PD). “Orang keluar dari tahanan tak ada aturan pidananya, itu bukan pidana,” tukasnya kepada INILAH.COM, Jumat siang tadi (18/11/2010).

Justru yang bisa dihukum, sambung Amir, adalah tatkala ada unsur penyuapannya. “Bila ada unsur penyuapannya maka bisa dipidana,” tandasnya lagi. Soal Gayus yang keluar sel rutan Brimob, Amir lagi, paling-paling hanya dihukum disiplin internal.

Gayus sendiri sudah mengaku dirinya memang pelesiran ke Bali. Dia bersama istri dan anak-anaknya sudah mengaku berpergian ke Bali.

Lowongan Kerja

PricewaterhouseCoopers Indonesia

Internship Program
Open the door and start your career early, by joining our prestigious full-time internship program.

We invite the best and brightest students who:

  • Are in their final year in Accounting / Finance / Taxation in Bachelor Degree program
  • Have minimum GPA of 3.3 (out of 4.00)
  • Are excellent in English (speaking and writing)
  • Have extensive experience in organization and social community activities
  • Are available to undertake the program for 3 months (full time)


To join our Internship program for the period of:

  • 18 January 2010 – 16 April 2010 or
  • 15 June 2010 – 15 September 2010 or
  • 15 November 2010 – 15 February 2011


Apply now !!! By submitting your resume, transcript, and application letter, specifying your internship period preference to:

kap.recruitment@id.pwc.comThis e-mail address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it (subject : Internship)

or through our website: http://www.pwc.com/id

Human Capital Department
PricewaterhouseCoopers Indonesia

sumber: CDC FEUI

Selasa, 28 September 2010

Ekonom: Tax Holiday, RI Perlu Tiru Malaysia

vivanews.com, Selasa 28 September 2010

Arinto Tri Wibowo, Iwan Kurniawan

Pemerintah semestinya meniru Malaysia yang telah menerapkan kebijakan keringanan pajak (tax holiday) kepada industri manufaktur. Selama ini, pemerintah mempunyai pemikiran bahwa tax holiday diberikan kepada investor asing.

"Padahal, investor lokal juga ingin berinvestasi jika diberikan tax holiday," ujar ekonom Internasional Center for Applied Finance and Economics (Intercafe) Institut Pertanian Bogor (IPB), Iman Sugema, di acara Indonesia Economic Quarterly di Jakarta, Selasa 28 September 2010.

Menurut Iman, Malaysia begitu giat memberikan tax holiday terhadap perusahaan baru dan lama yang hendak berekspansi, sehingga industri di Malaysia berjalan.

Langkah kedua, Malaysia juga memberlakukan tarif impor nol persen terhadap semua bahan baku yang akan diolah dan diekspor lagi. "Bahan baku industri nol persen, bahan setengah jadi 5-15 persen. Kalau di Indonesia kan semuanya impor tarifnya nol persen," ujarnya.

Tax holiday yang diberikan Malaysia sebenarnya berlaku 10 tahun, namun kenyataannya berlaku selamanya. Setiap perusahaan Malaysia yang hendak membeli mesin pengolah akan diberi insentif.

"Mesin itu kan umurnya 10 tahun. Setiap 10 tahun perusahaan membeli mesin baru dan diberi tax holiday," ujar Iman.

Strategi Malaysia ini, menurut Iman, patut ditiru Indonesia. Tax holiday diberikan kepada pengusaha lokal yang berorientasi ekspor, sehingga tenaga kerja dapat terserap dan negara mendapatkan keuntungan dari ekspor.

Selain tax holiday, insentif kedua yang dapat diberikan adalah alih teknologi. Industri China dapat tumbuh besar karena alih teknologi yang difasilitasi oleh pemerintahnya, sehingga tumbuh industri berbasis teknologi.

"Harus 'dirampok' teknologi seperti China, lalu bangun pabriknya dan pemerintah harus melindungi," ujarnya. (hs)

Selasa, 14 September 2010

Insentif pajak diharap berlaku 1 Januari 2011

bisnis.com, Selasa 14 September 2010

Agust Supriadi

JAKARTA: Direktorat Jenderal Pajak berharap insentif pajak menyerupai tax holiday sudah bisa diberlakukan per 1 Januari 2011 setelah aturan penanaman modal dan aturan pajak penghasilan (PPh) selesai diharmonisasi.

Direktur Jenderal Pajak Mochammad Tjiptardjo menuturkan Menteri Keuangan telah membentuk tim khusus untuk mengkaji bentuk insentif baru menyerupai tax holiday seperti yang diminta dunia usaha. Untuk itu, Undang-Undang No.25/2007 tentang Penanaman Modal dengan Undang-Undang No.36/2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh) tengah diharmonisasi agar bentuk insentif pajak baru yang ideal bisa diputuskan.

“Timnya sudah dibentuk oleh Menkeu, lagi bekerja. Nanti pada saatnya kalau selesai kami akan laporkan bentuk tax holiday-nya kayak apa, itu lagi dikaji. Ya syukur-syukur bisa cepat selesai. Idealnya kan 1 Januari [2011] sudah bisa diterapkan,” ujar dia di sela acara halal-bihalal Kementerian Keuangan, hari ini.

Menurutnya, harmonisasi kedua undang-undang tersebut perlu dilakukan mengingat di UU PPh tidak mengatur adanya tax holiday dalam rezim perpajakan di Indonesia. Sebisa mungkin, pemerintah menghindari adanya revisi undang-undang karena prosesnya akan memakan waktu lama.

“Kalau misalnya melalui undang-undang perubahan, Anda tahu sendiri kan lama. Kalau tidak melalui undang-undang perubahan, lalu melalui apa [untuk meloloskan tax holiday]? Ini yang sedang kami kaji,” tuturnya.

Tjiptardjo menjelaskan pemerintah Indonesia sebenarnya sudah menyediakan berbagai macam insentif bagi kegiatan usaha di Tanah Air. Hanya tuntutan tax holiday dari dunia usaha yang sampai saat ini belum bisa diwujudkan karena terbentur aturan perpajakan.

“Kalau fasilitas itu sudah seabreg-abreg [banyak sekali]. Cuma ada satu yang sesuai dengan UU. No.25/2008 pasal 18 ayat 5 mengenai tax holiday yang masih gantung, karena Undang-Udnang Perpajakan tax holiday itu tidak ada, tidak diatur,” katanya.

Seperti diketahui, Pemerintah tengah menyusun aturan insentif fiskal dan nonfiskal yang dikhususkan bagi investasi skala besar. Hal tersebut masih dalam pembahasan di internal pemerintah yang melibatkan sejumlah kementerian/lembaga, a.l. Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian, dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

DPR desak Ditjen Pajak didesak penuhi target 2010

bisnis.com, Selasa 14 September 2010

Achmad Aris

JAKARTA: Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mendesak Ditjen Pajak untuk bekerja keras dalam memenuhi target penerimaan pajak tahun ini yang dipatok sebesar Rp606 triliun dalam APBNP 2010.

Anggota Panja Perpajakan Komisi XI DPR Arif Budimanta mengatakan masih ada kesempatan sekitar empat bulan bagi Ditjen Pajak untuk memenuhi target penerimaan pajak sesuai dengan yang telah disepakati antara pemerintah dan DPR dalam APBNP 2010.

"Masih ada kesempatan apabila aparatur Ditjen Pajak lebih aktif lagi menggapai para pembayar pajak. Untuk itu, Ditjen Pajak harus bekerja extra ordinary," katanya di Jakarta hari ini.

Data Ditjen Pajak mencatat realisasi penerimaan pajak nonmigas per 23 Agustus 2010 baru mencapai 56,5% atau masih tersisa 43,5% senilai Rp263 triliun yang harus dikumpulkan Ditjen Pajak dalam sisa waktu 4 bulan ini.

Arif menuturkan masih banyak sektor penerimaan yang bisa dimaksimalkan lagi, seperti sektor keuangan, realestat, jasa, dan sektor yang berhubungan dengan sumber daya alam.

Berdasarkan sektoral, menurutnya, rasio sumbangan penerimaan pajak terbesar adalah berasal dari sektor keuangan, realestat, jasa perusahaan yang menyumbang 20,1%, diikuti oleh sektor listrik, gas, dan air bersih sebesar 13,7%. Selanjutnya, industri pengolahan sebesar 12,9%, pertambangan dan penggalian sebesar 10%.

"Artinya, potensi-potensi ini masih bisa ditingkatkan lagi sesuai dengan volume produksi dan ekspornya," ujarnya.

DPR, lanjutnya, akan selalu mengawasi dan mengingatkan pemerintah agar target penerimaan pajak tahun ini bisa 100% dicapai. "Kami akan ingatkan dan awasi pemerintah bahwa pemerintah telah berjanji dengan rakyat sesuai dengan UU APNBP 2010," tambahnya.

Direktur Jenderal Pajak Mochamad Tjiptardjo sebelumnya menyatakan salah satu cara pengamanan penerimaan pajak tahun ini adalah dengan mengoptimalkan penerimaan pajak dari boomingnya industri otomotif.

Selain itu, lanjutnya, target penerimaan pajak yang tersisa tersebut akan ditutup melalui kegiatan ekstensifikasi dan intensifikasi perpajakan. "Intensifikasinya kami akan lakukan dengan pencairan tunggakan dan pemeriksaan," jelasnya.

Berdasarkan jenis pajaknya, menurut dia, penerimaan di akhir tahun akan berasal dari PPN, PPh badan, dan PPh pasal 21. "Kalau menjelang hari raya kan ada THR, bonus, dan segala macam, jadi penerimaan PPh pasal 21-nya akan besar," ujarnya.(er)

Pemerintah Akan Rombak Ditjen Pajak

kompas.com, Jum'at 10September 2010

JAKARTA - Pemerintah berencana merombak struktur Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen) Pajak. Langkah pemerintah itu untuk meningkatkan kualitas pelayanan pajak.

Menteri Keuangan (Menkeu) Agus Martowardojo mengatakan, pemerintah akan membagi Ditjen Pajak menjadi dua bagian. Pertama, sebagai pembuat peraturan pajak. Kedua, sebagai pihak yang melaksanakan administrasi perpajakan. "Rencana itu dilakukan di kuartal empat 2010," ucap Agus disela acara open house Lebaran, Jumat (10/9/2010).

Selain melakukan pemisahan itu, Agus mengatakan, dalam waktu bersamaan Ditjen Pajak juga akan memperkuat internal kontrol. Menurutnya, pemerintah akan membuat unit quality assurance untuk menyelesaikan perselisihan perhitungan pajak secara independen.

Rencana lainnya, pemerintah juga akan membuat satu unit eksaminasi. Menurut mantan Direktur Utama Bank Mandiri, unit itu dimaksudkan untuk berjaga-jaga seandainya ada keberatan. "Eksaminasi ini untuk menyakinkan atau suatu kontrol terhadap hasil akhir daripada pemeriksaan," kata Agus.

Selanjutnya Menkeu menjelaskan, Ditjen Pajak juga akan mencegah terjadinya pemalsuan dalam institusi pajak dan menghindari adanya praktek transfer pricing.

Empat Sektor Dapat Insentif Pajak

kompas.com, Jum'at 10 September 2010

JAKARTA - Pemerintah fokus memperdalam pemberian insentif pajak kepada empat sektor industri. Keempat sektor industri ini akan terakomodasi dalam merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 62 Tahun 2008 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan (PPh) Untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan atau Daerah-Daerah Tertentu.


Edy Putra Irawady, Deputi Menteri Koordinator Perekonomian Bidang Perdagangan dan Perindustrian mengatakan, sektor pertama yang ingin diperdalam itu adalah industri energi terbarukan seperti etanol. "Kemudian industri karet seperti ban kemudian farmasi, dan petrokimia," ucap Edy disela acara open house Lebaran, Jumat (10/9/2010).

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Gita Wirjawan mengatakan, langkah pemerintah merevisi PP 62 Tahun 2008 lantaran adanya tawaran dari sejumlah investor yang ingin membenamkan duitnya di Indonesia namun sektornya belum terakomodasi aturan tersebut. Salah satu perusahaan yang dimaksud adalah perusahaan ban asal Korea yang mau berinvestasi sebesar 1,2 miliar dollar AS.

Insentif pajak yang terdapat dalam PP 62 Tahun 2008 adalah fasilitas PPh yang diberikan adalah pengurangan Penghasilan Netto 30 persen dari jumlah penanaman modal yang dibebankan selama enam tahun sebesar 5 persen tiap tahunnya.

Fasilitas lainnya adalah penyusutan dan amortisasi yang dipercepat, pengenaan PPh atas dividen yang dibayar kepada Subjek Pajak Luar Negeri sebesar 10 persen. Selain itu ada juga kompensasi kerugian antara lima dan 10 tahun.

Jumat, 06 Agustus 2010

Walikota Jaktim Kejar Target Pajak Bangunan

vivanews.com, Jum'at 06 Agustus 2010

Siswanto, Zaky Al-Yamani

Batas waktu pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) akan berakhir 28 Agustus 2010. Tetapi, realisasi penerimaan PBB di Jakarta Timur masih rendah. Bahkan, dari target Rp258 miliar, baru terealisasi Rp72 miliar atau sekitar 27 persen.

Meskipun tingkat realisasinya masih rendah, Walikota Murdhani, mengaku tetap optimis PBB tahun 2010 ini bisa melebihi target seperti tahun sebelumnya.

“Salah satu faktor yang dapat membantu tercapainya realisasi penerimaan PBB yaitu peran para camat dan lurah untuk senantiasa melakukan sosialisasi kepada warganya yang notabene adalah para wajib pajak,” kata Murdhani, Jumat, 6 Agustus 2010.

Cara tersebut dinilai mampu mempercepat roda pembangunan infrastruktur di Jakarta. Sesuai dengan Instruksi Gubernur Jakarta Nomor 76 tahun 2010 dalam mengamankan penerimaan PBB tahun 2010 dan Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 772 tahun 2010 tentang Rencana Penerimaan PBB tahun 2010.

Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta, Ram Ram Brahmana, menambahkan PBB merupakan salah satu komponen dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dapat menunjang kemandirian pembiayaan daerah.

"Prinsipnya kami hanya melayani dan membantu dalam upaya peningkatan penerimaan PBB untuk mencapai target. Karena jika target PBB di Jaktim tercapai, tentunya target kinerja jajaran Dirjen Pajak juga tercapai," katanya.

Ditjen Pajak Kantongi Rp315,12 Triliun

economy.okezone.com, Jum'at 06 Agustus 2010

BOGOR - Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak mencatat, hingga Juli 2010 penerimaan negara yang masuk dari sektor perpajakan sudah mencapai Rp315,12 triliun.

Jumlah tersebut merupakan setengah dari target yang dipatok dalam APBN-P 2010. Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Mochammad Tjiptardjo menyebutkan, penerimaan negara yang berasal dari sektor perpajakan hingga Juli 2010 ini terbilang cukup baik. Pada Juli saja pihaknya berhasil mengantongi penerimaan pajak sebesar Rp46 triliun.

”Kalau ditotal, hingga Juli ini kita sudah memenuhi 58 persen dari target pemerintah dalam APBN-P 2010.Penerimaan kita hingga Juli 2010 sudah Rp315,12 triliun,” kata Tjiptardjo saat ditemui di sela-sela rapat kerja nasional ”APBN yang Sehat dan Berkualitas” di Istana Bogor kemarin.

Dengan pencapaian tersebut, Tjiptardjo optimistis target penerimaan pajak sebesar Rp606 triliun akan tercapai. Untuk itu, Ditjen Pajak akan berupaya secara terusmenerus untuk melakukan ekstensifikasi dan intensifikasi pajak.

Salah satunya dengan mengoptimalkan penerimaan negara penarikan tunggakan pajak yang tahun ini ditargetkan mencapai Rp16 triliun. Tjiptardjo menegaskan, pemerintah optimistis penerimaan negara dari sektor perpajakan akan terus meningkat. ”Tahun 2014 nanti penerimaan negara dari pajak bisa mencapai Rp1.000 triliun,” tandasnya.

Disinggung mengenai usulan untuk mendirikan Kantor Pelayanan Pajak Besar Orang Pribadi Khusus Pejabat, Tjiptardjo terbuka akan usulan tersebut. ”Pejabat itu kan bergabung pada berbagai KPP (Kantor Pelayanan Pajak). Ada usulan masyarakat untuk pisahkan, wacana boleh saja karena suatu saat bisa terjadi kalau pejabat kaya,” kata dia. Meskipun tidak mustahil direalisasikan, Tjiptardjo mengakui bahwa pendirian KPP Besar Orang Pribadi Khusus Pejabat akan mengalami kendala.

”Sebab pejabat tersebar di seluruh Indonesia dan akan sulit,”ujarnya. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat membuka rapat kerja nasional meminta agar fokus menggenjot penerimaan pajak bukan hanya menjadi prioritas pemerintah pusat,melainkan juga menjadi fokus dan prioritas kepala daerah. (Wisnoe Moerti)

Telat Ngantor, Pegawai Pajak Kena Sanksi Rp 400 Ribu

detikfinance.com, Kamis 05 Agustus 2010

Ramdhania El Hida


Jakarta
- Pegawai Direktorat Jenderal Pajak akan kena potongan Rp 400 ribu dari tunjangan remunerasinya jika terlambat masuk kantor. Pegawai Pajak diwajibkan absen dengan sidik jari sebanyak 3 kali setiap hari.

Kepala Kantor Wilayah Ditjen Pajak Bali, Zulfikar Thahar menyatakan pegawai pajak tidak boleh terlambat, kecuali ada surat penugasan dari kantor. Setiap terlambat, lanjutnya, mereka akan dikenakan sanksi yaitu pemotongan remunerasinya sebesar Rp 400 ribu.

"Terlambat masuk jam 07.30, potong Rp 400 ribu per hari," tegasnya saat ditemui di sela Pertemuan Akuntansi se-ASEAN, Hotel Santika, Kuta, Bali, Kamis (5/8/2010).

Selain itu, Zulfikar menyatakan pihak Ditjen Pajak mewajibkan kepada para pegawai bagian pemeriksa untuk mengerjakan minimal 8 profil wajib pajak dalam sebulan. Di Bali, terdapat 8 Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang sampai saat ini sudah menyelesaikan sekitar 1.200 profil wajib pajak dari target 1.000 profil.

"Setiap KPP minimal 1.000, sekarang sudah 1.200 wajib pajak dibuat profilnya. Dengan begitu bisa mencakup 70% penerimaan di sana. Di kita ada 8 KPP madya yaitu Denpasar Timur, Barat, Badung Utara, Badung Selatan, Gianyar,Tabanan, dan Singaraja," ujarnya.

Dengan adanya kewajiban seperti itu, Zulfikar menyatakan tidak ada lagi pegawainya yang 'bermain-main' dalam bekerja. Apalagi dengan bantuan teknologi dengan program Multimedia Supercoridor dan Approweb.

"Di kantor saya, kita bisa lihat mereka melakukan apa saja dengan komputernya, apakah mereka buka link Luna Maya atau buka data wajib pajak, tapi tidak boleh buka data wajib pajak yang tidak di bawah pengawasannya. IP address-nya ketahuan," jelasnya.

Jika ketahuan macam-macam, Zulfikar menegaskan grade atau peringkat mereka akan diturunkan. Hal ini akan memengaruhi penerimaan remunerasi yang diterimanya.

"Kalau ketahuan, grade-nya kita kurangi. Kan mereka sudah punya indikator kinerja individual," pungkasnya.

Minggu, 25 Juli 2010

Tersangkut Kasus Pajak, Darmin akan Dipanggil DPR

m.mediaindonesia.com, Sabtu 24 Juli 2010

JAKARTA -
Panja Pengawasan Penyelidikan Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Komisi III DPR akan tetap memanggil Gubernur BI terpilih, Darmin Nasution. Pemanggilan itu terkait dengan kasusnya saat menjabat sebagai Dirjen Pajak.

"Kita akan tetap memanggil dia, karena sudah teragenda. Kita akan panggil dia sebagai Dirjen Pajak," ujar Ketua Panja yang juga merupakan wakil Ketua Komisi III Azis Syamsuddin saat dihubungi Media Indonesia, Sabtu (24/7).

Menurut Azis, pemanggilan Darmin ini dilakukan sebagai tindak lanjut laporan dari Asosiasi Pengusaha Pembayar pajak (APPI).

Laporan ini terkait dengan kasus pajak macet yang bermula dari kekurangan bayar pajak penghasilan tahun 2004 atas nama Paulus Tumewu, pemilik Ramayana Group yang juga adik ipar Edy Tanzil.

Yang bersangkutan harusnya didenda empat kali lipat dari kekurangan bayar pajak Rp7,994 miliar. Namun ternyata, Paulus Tumewu tidak membayar empat kalinya, melainkan hanya Rp7,994 miliar.

Paulus hanya membayar pokoknya dan kasusnya selesai. Adalah surat Menkeu SR-173/MK./03/06 tertanggal 1/ Oktober 2006 terkait penghentian penyidikan wajib pajak atas nama Paulus Tumewu.

Surat Menkeu kemudian dibalas Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh lewat surat tertanggal 19 Oktober 2006 yang menyatakan setuju menghentikan penyidikan kasus pajak Paulus Tumewu atas perintah menteri keuangan.

Sebelumnya, Panja sudah melakukan pemanggilan terhadap Darmin. Tapi beliau tidak datang dengan beralasan rapat dan memiliki agenda lainnya.

"Kita pernah panggil, tapi beliau tidak datang. Kita panggil satu kali secara tertulis. Dia tidak datang. Alasannya ada rapat dan agenda."

Walaupun telah teprilih sebagai Gubernur BI, Azis menegaskan pihaknya akan tetap memanggil Darmin. Rencananya pemanggilan ini akan dilakukan dalam masa persidangan ini atau masa persidangan berikutnya. "Nanti akan dipanggil lagi. Kita lihat apakah masa sidang ini atau mendatang," imbuhnya.

SBY Minta Kembalikan Kepercayaan Rakyat Terhadap Sektor Pajak

ekonomi.tvone.co.id, Rabu 21 Juli 2010

Jakarta - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan, kepercayaannya terhadap Direktorat Jenderal Pajak akan cepat pulih jika seluruh jajaran lembaga itu benar-benar menunjukan integritas, kapasitas, dan kinerja yang baik.

"Makin cepat ditunjukkan, makin cepat pula kepercayaan saya itu pulih kembali," kata Presiden Yudhoyono saat memberikan pengarahan kepada jajaran Ditjen Pajak dan Ditjen Bea dan Cukai di Istana Negara Jakarta, Rabu (21/7).

Presiden mengatakan, lembaga tersebut agar melakukan reformasi birokrasi, meningkatkan kinerja, dan menghentikan perilaku- buruk. Menurut dia, pada awal masa jabatannya sebagai presiden pada 2004, Ditjen Pajak dan Bea dan Cukai adalah dua dari empat lembaga pertama yang ia kunjungi mengingat arti penting lembaga-lembaga itu bagi negara.

"Enam tahun berlalu, sebagian berubah namun sebagian tidak berubah," ujarnya. Namun terhadap upaya reformasi perpajakan, Presiden Yudhoyono menyampaikan dukungan penuhnya pada setiap perbaikan, peningkatan kinerja, dan langkah reformasi.

"Kalau saudara sudah memiliki agenda, prioritas, program aksi dalam tahap kedua ini, jalankan. Jalankan dengan benar dan kemudian lakukan evaluasi untuk melihat hasil konkretnya," katanya. Sebelumnya Menteri Keuangan Agus Martowardojo menyampaikan komitmen Ditjen Pajak dan Ditjen Bea dan Cukai untuk melakukan reformasi tahap kedua.

Pada kesempatan itu, di hadapan lebih dari 200 pejabat dan pegawai Ditjen Pajak dan Bea dan Cukai, Presiden juga menggarisbawahi perspektif moral dan keadilan dari pajak dan bea dan cukai. Ia mengatakan, iklan layanan masyarakat "Orang Bijak Bayar Pajak", tidak hanya berlaku bagi wajib pajak, namun juga petugas pajak.

"Petugas pajak yang bijak adalah petugas pajak yang mengelola urusan perpajakan dengan baik dan benar," katanya. Turut mendampingi Presiden dalam kesempatan acara itu, antara lain, Menko Perekonomian Hatta Rajasa, Mensesneg Sudi Silalahi, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, Menteri Perindustrian MS Hidayat, Menteri Perhubungan Freddy Numberi, Jaksa Agung Hendarwan Supanji, dan Kepala UKP4 Kuntoro Mangkusubroto (Ant).

Bisnis di 'Online' Pun Kena Pajak!

kompas.com, Jum'at 23 Juli 2010

JAKARTA
— Para pengusaha barang ataupun jasa di dunia internet akan dikenakan pajak. Pajak yang dikenakan sebesar 0,75 persen dari setiap bisnis usaha yang ditawarkan melalui internet.

"Kami tidak melihat cara memasarkannya, yang penting itu merupakan bisnis usaha. Jadi, bisnis lewat online pun dikenai pajak," ucap Kepala Peraturan Bidang Pemotongan dan Pemungutan PPh Direktorat Jenderal Pajak Dasto Ladyanto di Jakarta, Jumat (23/7/2010).

Menurutnya, tempat usaha itu adalah sesuatu yang sifatnya menetap. Meskipun melalui online, tempat yang dijadikan sebagai penyalur dan pendistribusian barang usaha tersebut pasti ada.

"Biasanya kalau online kan lewat jejaring sosial, seperti Facebook. Tapi kan itu hanya cara pemasarannya. Tempat usahanya sendiri kan ada," tuturnya.

Ditanya mengenai bagaimana cara mengetahui bisnis yang ada di online karena bisnis di dunia maya sangat susah untuk diketahui, ia mengatakan bahwa hal itu tergantung kesadaran dan kejujuran dari pihak pebisnis online untuk melaporkan usaha mereka. "Tergantung mereka," ucapnya.

Pajak Uang Pesangon dan Pensiun Turun

kompas.com, Jum'at 23 Juli 2010

JAKARTA - Tarif pajak penghasilan atas pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan dan jaminan hari tua diturunkan. Tujuannya, supaya mereka yang hidup berbekal uang tersebut dapat lebih sejahtera. Kebijakan ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2010.

"Diberikan insentif'lah untuk usaha baru atau untuk pensiun. Makanya, ketentuan pajak pun diturunkan," ucap Kepala Peraturan Bidang Pemotongan dan Pemungutan PPh Direktorat Jenderal Pajak Dasto Ladyanto di Jakarta, Jumat (23/7/2010).

Dijelaskannya, jika sebelumnya mereka yang mendapat pesangon, pensiun, atau tunjangan dan jaminan hari tua sampai dengan Rp 50 juta dikenai pajak sebesar lima persen kini menjadi nol persen. Sementara, yang memperoleh Rp 50 juta hingga Rp 100 juta sebelumnya dikenai pajak 10 persen sekarang hanya lima persen.

Selanjutnya, antara Rp 100 juta hingga Rp 500 juta sekarang dikenakan pajak 15 persen, yang dulunya 25 persen. Dan, untuk perolehan di atas Rp 500 juta dikenakan pungutan pajak 25 persen.

Diungkapkannya, uang pesangon ataupun tunjangan pensiun memang sangat diharapkan oleh mereka yang mendapatkannya untuk bertahan hidup, salah satunya adalah dengan membuka usaha.

"Uang pesangon ini memang diharapkan oleh orang kerja, baik yang mengundurkan diri ataupun dipecat. Begitu juga dengan yang sudah pensiun," tuturnya.

Siapa Sih Wajib Pajak OPPT?

kompas.com, Jum'at 23 Juli 2010

JAKARTA - Para pengusaha berdasarkan Peraturan Dirjen Pajak No. PER-32/PJ/2010 harus membayar WP OPPT (Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu).

"WP OPPT yaitu wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha sebagai pedagang pengecer yang mempunyai satu atau lebih tempat usaha," ucap Dasto Ladyanto, Kepala Peraturan Bidang Pemotongan dan Pemungutan PPh, dalam konferensi pers tentang Kebijakan di Bidang Pajak Penghasilan, Jumat (23/7/2010) di Kantor Pusat Dirjen Pajak, Jakarta.

Dijelaskannya, tiga unsur dalam definisi tersebut yang harus ada apabila harus membayar WP OPPT adalah wajib pajak orang pribadi, pedagang pengecer, dan satu atau lebih tempat usaha.

Wajib pajak orang pribadi adalah wajib pajak yang dikenakan pada orang yang telah memenuhi dua syarat. Pertama, syarat subjektif (lahir dan hidup). Kedua, syarat objektif (penghasilan di atas PTKP).

Pedagang pengecer adalah orang pribadi yang melakukan penjualan baik secara grosir maupun eceran dan/atau orang pribadi yang melakukan penyerahan jasa, melalui suatu tempat usaha.

Tempat usaha adalah sesuatu yang sifatnya menetap, baik itu rumah, ruko, mall, ataupun bisnis melalui online, karena yang dilihat bukan cara pemasarannya. "Jadi, yang pertama dia harus masuk syarat wajib pajak orang pribadi, lalu pedagang pengecer, kemudian punya satu atau lebih tempat usaha," paparnya.

Ditambahkannya, untuk membayar uang pajak tersebut setiap bulannya, jangan pergi ke kantor pajak, namun ke kantor pos atau bank. Jadi, meskipun ada lima usaha bisnis namun cukup pergi ke bank atau kantor pos untuk membayar kelima usaha tersebut sekaligus. "Administrasinya di KPP (Kantor Pelayanan Pajak) daerah masing-masing tempat usaha," jelasnya.

Senin, 12 Juli 2010

Pemerintah-Bank Indonesia Bahas Tax Holiday

vivanews.com, Senin 12 Juli 2010

Selama dua hari ke depan, tim pemerintah bersama Bank Indonesia akan membahas tingginya investasi masuk ke Indonesia.

Menko Perekonomian Hatta Rajasa menuturkan, salah satu tema yang akan dibahas adalah insentif pajak atau tax holiday.

"Besok ada rapat, Rabu, dengan BI. Kita ingin membahas kesempatan iklim investasi yang sedang baik sekarang," kata Hatta di Kantor Menko Perekonomian, Senin 12 Juli 2010. Pembahasan ini dianggap perlu karena Indonesia sekarang berada pada posisi yang sedang baik.

Namun demikian, Hatta masih keberatan saat wartawan menanyakan istilah tax holiday. "Apakah ini namanya tax holiday atau apa. Itu kan masih belum diputuskan," kata dia.

Tapi intinya karena momentum sedang baik, pemerintah tidak ingin menghilangkan kesempatan itu. "Bentuknya itu tax insentive, bisa berupa tax holiday, bisa berupa pengurangan, atau apa saja," ujar Hatta.

Hatta menekankan bahwa insentif itu akan diberikan tapi tidak secara general diberikan keseluruhan. Semuanya sangat tergantung investasinya dan di sektor mana.

Pemeirntah dalam memberikan insentif memperhatikan jumlah lapangan kerja yang tercipta dan tempat investasi.

Dalam tim, kata Hatta, pemerintah telah mendiskusikan masalah insentif ini bersama dengan kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Menteri Perindustrian, Menteri Keuangan dan Menko Perekonomian. (umi)

Pemerintah-Bank Indonesia Bahas Tax Holiday

vivanews.com, Senin 12 Juli 2010

Selama dua hari ke depan, tim pemerintah bersama Bank Indonesia akan membahas tingginya investasi masuk ke Indonesia.

Menko Perekonomian Hatta Rajasa menuturkan, salah satu tema yang akan dibahas adalah insentif pajak atau tax holiday.

"Besok ada rapat, Rabu, dengan BI. Kita ingin membahas kesempatan iklim investasi yang sedang baik sekarang," kata Hatta di Kantor Menko Perekonomian, Senin 12 Juli 2010. Pembahasan ini dianggap perlu karena Indonesia sekarang berada pada posisi yang sedang baik.

Namun demikian, Hatta masih keberatan saat wartawan menanyakan istilah tax holiday. "Apakah ini namanya tax holiday atau apa. Itu kan masih belum diputuskan," kata dia.

Tapi intinya karena momentum sedang baik, pemerintah tidak ingin menghilangkan kesempatan itu. "Bentuknya itu tax insentive, bisa berupa tax holiday, bisa berupa pengurangan, atau apa saja," ujar Hatta.

Hatta menekankan bahwa insentif itu akan diberikan tapi tidak secara general diberikan keseluruhan. Semuanya sangat tergantung investasinya dan di sektor mana.

Pemeirntah dalam memberikan insentif memperhatikan jumlah lapangan kerja yang tercipta dan tempat investasi.

Dalam tim, kata Hatta, pemerintah telah mendiskusikan masalah insentif ini bersama dengan kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Menteri Perindustrian, Menteri Keuangan dan Menko Perekonomian. (umi)

TDL Naik, HIPMI Minta Pajak UKM Dipotong

bisnis.vivanews.com, Minggu 11 Juli 2010

Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) meminta pemerintah membebaskan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bagi usaha kecil menengah (UKM) yang bermozet di bawah Rp1,8 miliar. Hal itu agar UKM tetap bisa bersaing pasca kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL).

“HIPMI mengusulkan pemerintah agar menaikkan batasan peredaran bruto atau omzet pengusaha kecil menengah (UKM) bebas PPN dari Rp600 juta menjadi Rp1,8 miliar,” ujar Ketua Umum HIPMI Erwin Aksa dalam rilis yang diterima VIVAnews, Minggu 11 Juli 2010.

HIPMI menilai kenaikkan TDL terhadap UKM lebih dari 45 persen nantinya akan berdampak serius kepada arus kas pelaku UKM. Itu sebabnya, pemerintah perlu menaikkan batasan omzet UKM tidak kena PPN menjadi di bawah Rp1,8 miliar.

“Keuntungannya, lebih banyak lagi UKM bisa mengatasi arus kas mereka kalau batasannya dinaikkan, sebab omzet UKM di atas Rp1,8 miliar per tahun yang banyak menyerap tenaga kerja. Mereka juga yang menggerakan sektor konsumsi sehingga bisa mencegah meningkatnya inflasi,” tegas Erwin.

Adanya kenaikan TDL menurut HIPMI akan memukul dunia usaha, terutama UKM. Untuk itu HIPMI berhartap agar UKM dapat memperoleh insentif fiskal dan biaya modal yang rendah agar bisa terus bersaing.(np)

Sebelumnya Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 571/KMK.03/2003 tanggal 29 Desember 2003 menyatakan batasan PPN pengusaha kecil dalam Pasal 1, adalah pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan barang kena pajak dan atau jasa kena pajak dengan jumlah peredaran bruto dan atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp600 juta.

Export Business May Apply Transfer Pricing

en.vivanews.com, Friday July, 9 2010

The Directorate General of Taxes reveals that companies in Indonesia that administers export trade and controlled from overseas could potentially carry out transfer pricing. The businesses include automotive, mining and palm oil products.

“Basically everything exported and controlled overseas may conduct transfer pricing,” the directorate’s tax investigation and billing director Otto Endi Panjaitan said on July 9.

Meanwhile, Indonesia-based companies, which are also managed domestically, carry a small possibility to do transfer pricing.

Panjaitan also said transfer pricing issue was rather complicated. Some of the companies that pull off transfer pricing run business in tax haven countries.

“There, they establish companies and if they gain high profit, they don’t have to pay taxes,” he said. Thus, trans-national coordination is required to solve the problem.

The taxes directorate has kept written policies to overcome the internal issue. Gradually, there are always training sessions for tax officers through seminars, in-house training and international information exchange.

Minggu, 11 Juli 2010

Dari Hasil Pemeriksaan Ditjen Pajak Raup Rp 1,2 Triliun

kompas.com, Jum'at 9 Juli 2010

JAKARTA - Direktorat Jenderal Pajak berhasil menghasilkan pemasukan pajak dari hasil pemeriksaan sebesar Rp 1,2 triliun. Dana segar (fresh money) sebesar itu didapatkan dari 20.717 laporan hasil pemeriksaan (LHP).

Demikian dibeberkan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Pajak II Ditjen Pajak Otto Endy Panjaitan, di kantor pusat Ditjen Pajak, Jakarta, Jumat (9/7/2010).

"Pemeriksaan LHP sampai dengan akhir Juni 2010, dari 20.717 pemeriksaan penerimaan pajak dihasilkan sebesar Rp. 1,241 triliun," katanya.

Seperti diungkapkannya kepada wartawan, jumlah sebesar itu masih jauh dari target pendapatan pajak yang direncanakan dari hasil pemeriksaan 2010. Untuk tahun 2010 ditargetkan penerimaan pajak dari pemeriksaan sebesar Rp 9 triliun. Ini menurutnya, naik dari target tahun sebelumnya, yaitu sebesar Rp 7 triliun.

Kok sedikit? Menurut Otto itu dikarenakan pemeriksaan yang masih terus berlanjut. Dan sampai akhir tahun 2010 nanti, pihaknya optimis target tersebut dapat diperoleh.

“Rendahnya realisasi sampai pertengahan tahun memang karena pemeriksaan itu on going proses. Rata-rata pemeriksaan itu butuh waktu sekitar 8 bulan. Jadi jika pemeriksaan dimulai awal tahun, maka setidaknya banyak yang berakhir di bulan Agustus. Jadi menurut pengalaman kami, realisasi memang banyak numpuknya di akhir tahun,” ujar Otto.

Sabtu, 10 Juli 2010

Jumlah Pemeriksa Pajak Jauh dari Ideal

m.mediaindonesia.com, Jum'at 9 Juli 2010

JAKARTA - Pemeriksa pajak per Juni 2010 baru di Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan baru mencapai 4.382 orang. Mayoritas sebanyak 2.843 atau 64,88% terkonsentrasi di Pulau Jawa. Angka ini dinilai jauh dari jumlah ideal yakni 8.000 orang.

Hal itu diungkapkan oleh Direktur Pemeriksaan Pajak Dirjen Pajak Kementerian Keuangan Otto Endy Panjaitan di Jakarta, Jumat (9/7). "Artinya masih ada selisih sebesar 3.618 orang atau 45,22%," ungkap Otto.

Bahkan hingga periode Desember 2009, jumlah pemeriksa pajak hanya 2.744 orang. Karenanya, pada Januari 2010, Dirjen Pajak merekrut terhadap 1.683 pegawai pajak dimasukkan dalam direktorat pemeriksaan.

Jumlah pemeriksaan selesai per Juni 2010 sebanyak 20.717 unit. Hasilnya, penerimaan pajak sebesar Rp1,241 triliun dan jumlah lebih bayar yang diklaim wajib pajak tapi berhasil dipertahankan oleh pemeriksa (refund discrepancy) sebesar Rp3,58 triliun. "Sampai akhir tahun, kami menargetkan pemeriksaan pajak sebesar Rp9 triliun," ungkapnya.

Dengan aparat yang minim tersebut membuat pemeriksaan pajak tidak terperiksa seluruhnya. Dari total sekitar 16 juta wajib pajak, sebanyak 13 juta merupakan wajib pajak dari perusahaan sehingga menyisakan 3 juta wajib pajak yang menjadi objek pemeriksaan. "Nah, dari jumlah yang 3 juta itu baru ter-cover hanya 0,3 persen saja. Tahun ini kami menargetkan bisa memeriksa hingga 0,5 persen," ujarnya.

Secara spesifik, aparat yang ahli dalam bidang transfer pricing juga masih minim. Otto mengungkapkan bahwa saat ini hanya terdapat 40 pemeriksa yang ahli dalam transfer pricing. "Mestinya setiap pemeriksa harus menguasai pengetahuan transfer pricing," ungkap Otto. Namun, direktoratnya sudah menyiapkan sumber daya di bidang transfer pricing sebanyak 1.015 orang yang nantinya akan tersebar di kantor pajak di seluruh Indonesia.

Dirjen Pajak juga akan menempatkan 15 intelijen di luar negeri untuk mengatasi adanya praktik transfer pricing. Dengan minimnya sumber daya tersebut, hingga Juni 2010, penanganan kasus transfer pricing juga minim. Yang ditangani oleh Ditjen Pajak pusat hanya 40 kasus.

Untuk terus memerangi praktik transfer pricing, pihaknya juga terus melakukan koordinasi dengan instansi lainnya serta institusi yang perpajakan di negara lain. Ia juga terus melakukan dengan sektor perbankan untuk membuka informasi transaksi pihak-pihak yang melakuan praktik transfer pricing.

Fokus pemeriksaan nasional 2010 adalah sektor pertambangan dan jasa pertambangan minyak dan gas bumi, industri semen, kapur dan gips, serta barang-barang dari semen dan kapur, industri logam dasar, konstruksi, penjualan, pemeliharaan, dan reparasi mobil dan sepeda motor, penjualan eceran bahan bakar kendaraan, sektor perdagangan besar dalam negeri, kecuali perdagangan mobil dan sepeda motor selain ekspor dan impor.

Kemudian sektor perdagangan eceran, kecuali mobil dan sepeda motor, reparasi barang-barang keperluan pribadi dan rumah tangga, perdagangan ekspor, kecuali perdagangan mobil dan sepeda motor, perdagangan impor, kecuali perdagangan mobil dan sepeda motor, hotel berbintang, restoran rumah makan, bar dan jasa boga, telekomunikasi, perantara keuangan kecuali asuransi dan dana pensiun, real estate, dan jasa periklanan. (ST/OL-5)

Realisasi Penagihan Pajak 2010 Rp10,78 triliun

m.mediaindoesia.com, Jum'at 9 Juli 2010

JAKARTA - Realisasi penagihan pajak yang tertunggak (piutang) selama enam bulan pertama 2010 mencapai Rp10,78 triliun dari target tahun ini yang dipatok sebesar Rp16,4 triliun. Bahkan, Ditjen pajak telah menghasilkan penerimaan pajak sebesar Rp1,241 triliun.

Hal itu diungkapkan oleh Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak Kementerian Keuangan Otto Endy Panjaitan di Jakarta, Jumat (9/7). Menurut dia, per 1 Januari 2010, tercatat tunggakan pajak yang harus ditagih sebesar Rp49,99 triliun. Hingga 30 Juni 2010, terdapat penambahan tunggakan pajak hingga Rp20,48 triliun.

"Total tunggakan sekitar Rp70 triliun, berkurang Rp10,78 triliun. Jadi saldo piutang pajak saat ini menjadi Rp59,69 triliun," ujarnya.

Otto menjelaskan, tindakan penagihan yang cukup efektif dengan pemblokiran rekening sebelum dilakukan pentitaan harta kekayaan penanggung pajak yang tersimpan di bank. Selain itu, pihaknya juga melakukan pencegahan terhadap penanggung pajak untuk bepergian ke luar negeri dan penyanderaan terhadap penanggung pajak.

"Tindakan penyenderaan dilaksanakan secara sangat selektif, hati-hati, dan merupakan upaya penagihan terakhir," tuturnya. Di samping itu, Ditjen Pajak juga telah melakukan MoU dengan Polri terkait dengan mekanisme penyanderaan dan penyitaan para wajib pajak yang tidak taat.

Penyanderaan hanya dapat dilakukan terhadap penanggung pajak yang mempunyai utang pajak sekurang-kurangnya Rp100 juta serta diragukan itikad baiknya dalam melunasi utang pajak. "Pada 2009, telah dilaksanakan penyanderaan terhadap satu penanggung pajak dengan hasil pencairan sebesar Rp3 miliar," tuturnya.

Namun, jika dilihat dari penerimaan pajak, Ditjen pajak hanya menghasilkan penerimaan pajak sebesar Rp1,241 triliun. Jumlah sebesar itu masih jauh dari target pendapatan pajak yang direncanakan dari hasil pemeriksaan 2010. Untuk 2010 ditargetkan penerimaan pajak dari pemeriksaan sebesar Rp9 triliun.

Rendahnya penerimaan pajak ini dikarenakan pemeriksaan yang masih terus berlanjut. Sampai akhir tahun, pihaknya optimistis target tersebut dapat diperoleh. Rendahnya realisasi sampai pertengahan tahun memang karena pemeriksaan itu masih dalam proses.

"Rata-rata pemeriksaan itu butuh waktu sekitar delapan bulan. Jadi jika pemeriksaan dimulai awal tahun, maka setidaknya banyak yang berakhir di Agustus. Jadi menurut pengalaman kami, realisasi memang banyak numpuk di akhir tahun, ujar Otto.

Meskipun penerimaan masih jauh dari target, Ditjen Pajak berhasil mempertahankan jumlah lebih bayar (restitusi) yang diklaim wajib pajak (WP) sebagai penerimaan pajak sampai pertengahan 2010 sebesar Rp3,58 triliun. "Kami sampai 30 Juni 2010 berhasil mempertahankan Rp3,58 triliun jumlah lebih bayar (restitusi) yang diklaim Wajib Pajak (WP). Ini juga merupakan salah satu prestasi juga kan," jelasnya. (ST/OL-5)

Realisasi Penagihan Pajak 2010 Rp10,78 triliun

m.mediaindoesia.com, Jum'at 9 Juli 2010

JAKARTA - Realisasi penagihan pajak yang tertunggak (piutang) selama enam bulan pertama 2010 mencapai Rp10,78 triliun dari target tahun ini yang dipatok sebesar Rp16,4 triliun. Bahkan, Ditjen pajak telah menghasilkan penerimaan pajak sebesar Rp1,241 triliun.

Hal itu diungkapkan oleh Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak Kementerian Keuangan Otto Endy Panjaitan di Jakarta, Jumat (9/7). Menurut dia, per 1 Januari 2010, tercatat tunggakan pajak yang harus ditagih sebesar Rp49,99 triliun. Hingga 30 Juni 2010, terdapat penambahan tunggakan pajak hingga Rp20,48 triliun.

"Total tunggakan sekitar Rp70 triliun, berkurang Rp10,78 triliun. Jadi saldo piutang pajak saat ini menjadi Rp59,69 triliun," ujarnya.

Otto menjelaskan, tindakan penagihan yang cukup efektif dengan pemblokiran rekening sebelum dilakukan pentitaan harta kekayaan penanggung pajak yang tersimpan di bank. Selain itu, pihaknya juga melakukan pencegahan terhadap penanggung pajak untuk bepergian ke luar negeri dan penyanderaan terhadap penanggung pajak.

"Tindakan penyenderaan dilaksanakan secara sangat selektif, hati-hati, dan merupakan upaya penagihan terakhir," tuturnya. Di samping itu, Ditjen Pajak juga telah melakukan MoU dengan Polri terkait dengan mekanisme penyanderaan dan penyitaan para wajib pajak yang tidak taat.

Penyanderaan hanya dapat dilakukan terhadap penanggung pajak yang mempunyai utang pajak sekurang-kurangnya Rp100 juta serta diragukan itikad baiknya dalam melunasi utang pajak. "Pada 2009, telah dilaksanakan penyanderaan terhadap satu penanggung pajak dengan hasil pencairan sebesar Rp3 miliar," tuturnya.

Namun, jika dilihat dari penerimaan pajak, Ditjen pajak hanya menghasilkan penerimaan pajak sebesar Rp1,241 triliun. Jumlah sebesar itu masih jauh dari target pendapatan pajak yang direncanakan dari hasil pemeriksaan 2010. Untuk 2010 ditargetkan penerimaan pajak dari pemeriksaan sebesar Rp9 triliun.

Rendahnya penerimaan pajak ini dikarenakan pemeriksaan yang masih terus berlanjut. Sampai akhir tahun, pihaknya optimistis target tersebut dapat diperoleh. Rendahnya realisasi sampai pertengahan tahun memang karena pemeriksaan itu masih dalam proses.

"Rata-rata pemeriksaan itu butuh waktu sekitar delapan bulan. Jadi jika pemeriksaan dimulai awal tahun, maka setidaknya banyak yang berakhir di Agustus. Jadi menurut pengalaman kami, realisasi memang banyak numpuk di akhir tahun, ujar Otto.

Meskipun penerimaan masih jauh dari target, Ditjen Pajak berhasil mempertahankan jumlah lebih bayar (restitusi) yang diklaim wajib pajak (WP) sebagai penerimaan pajak sampai pertengahan 2010 sebesar Rp3,58 triliun. "Kami sampai 30 Juni 2010 berhasil mempertahankan Rp3,58 triliun jumlah lebih bayar (restitusi) yang diklaim Wajib Pajak (WP). Ini juga merupakan salah satu prestasi juga kan," jelasnya. (ST/OL-5)

Jumat, 09 Juli 2010

Manajer Investasi Antisipasi PPh Bunga Obligasi Reksa Dana 5%

www.detikfinance.com, Jum'at 9 Juli 2010
Whery Enggo Prayogi

Jakarta
- Para Manajer Investasi (MI) sudah mengantisipasi memberlakukan tarif pajak penghasilan (PPh) sebesar 5% atas bunga obligasi pada instrumen investasi reksa dana, hingga tidak terjadi perubahan yield untuk setiap produk mereka.

Demikian disampaikan Ketua APRDI Abipriyadi Riyanto kepada detikFinance di Jakarta, Jumat (9/7/2010).

"Teman-teman MI sudah antisipasi dengan mendesain reksa dana sedemikian rupa sehingga sejak berdiri sampai jatuh tempo, produk tidak ada perubahan yield," ucap Abi.

Menurutnya, pajak atas instrumen investasi lain masih lebih besar dibandingkan produk reksa dana. Hingga 5% tidak terlalu dipermasalahkan para MI. "Harusnya tidak berdampak banyak, karena reksa dana masih better off dibanding yang lain, yang kena pajak lebih besar. Jadi harapannya investor reksa dana tetap tenang karena semua sudah diantisipasi," ucapnya.

Direktorat Jenderal Pajak memang tengah mensosialisasikan pemberlakuan PPh sebesar 5%, yang dinilai sebagian pengelola reksa dana sangat memberatkan. Pemotongan pajak diberlakukan sesuai dengan peraturan terbaru dalam undang-undang nomor 36 tahun 2008 tentang perubahan keempat atas undang-undang nomor 7 tahun 1983 tentang PPh.

Namun dampak pembebanan 5% belum terlalu terasa, jika dibandingkan saat tahun 2014, yang rasionya meningkat hingga 5%.

"Akan berdampak kepada reksa dana obligasi. Namun di tahun 2011 dengan penerapan (pajak) 5% tidak begitu terasa. Yang paling terasa di 2014, saat pemberlakuan sudah full 15%," jelas Direktur Utama PT Schroder Invesment Management Indonesia, Michael Tjoajadi beberapa waktu lalu.

Peningkatan beban pajak, diprediksi akan mengurangi volume transaksi dan memiliki dampak psikologis kepada investor.

Senin, 05 Juli 2010

Semester I, Penerimaan Negara Rp264,1 Triliun

vivanews.com, Sabtu 3 Juli 2010

Antique, Agus Dwi Darmawan

Penerimaan negara dari sektor pajak mulai merangkak naik. Berdasarkan catatan Direktorat Jenderal Pajak (Dirjen Pajak), penerimaan semester I-2010 atau per Juni telah mencapai Rp264,1 triliun.

Sumihar Petrus Tambunan, direktur Kepatuhan dan Potensi Penerimaan Dirjen Pajak mengatakan penerimaan sebesar itu sudah mencapai 44,5 persen dibanding target penerimaan APBN (anggaran pendapatan dan belanja negara) sebesar Rp661 triliun. Penerimaan 44,5 persen ini sudah dihitung berikut dengan PPh migas.

Menurutnya, kalau penerimaan dihitung hanya untuk penerimaan negara tanpa migas (non migas) maka pencapaiannya sudah 43,5 persen dari target atau sebesar Rp263 triliun.

"Apakah ini sudah baik? Kalau secara persentasenya cukup baik," kata Petrus di Kantor Pajak, Jumat malam 2 Juli 2010.

Petrus menambahkan, dibanding tahun lalu pada periode yang sama pencapaian penerimaan negara non migas hanya 42,7 persen. Sedangkan kalau dihitung dengan migas pencapaiannya adalah 43,8 persen.

"Jadi, tahun ini pada semester I-2010 penerimaan 44,5 persen itu. Cukup baik, karena dari sisi non migasnya ada kenaikannya 0,8 persen," katanya.

Mudah-mudahan, Petrus menuturkan, pada bulan-bulan selanjutnya penerimaan negara akan lebih baik lagi, sehingga penerimaan negara bisa mencapai 100 persen.

Sebab artinya, dia melanjutkan, dengan semakin banyaknya penerimaan, belanja-belanja apakah itu untuk infrastruktur atau lainnya juga makin baik.

Menurut Petrus, penerimaan negara sampai semester satu ini kalau dilihat per jenis pajaknya untuk PPh non migas sangat baik, yakni mencapai 48,23 persen dari yang direncanakan, untuk PPN dan PPnBM 37,83 persen, PBB 44,97 persen, pajak lainnya 42 persen, dan PPh migas 55,32 persen.

"Ini suatu periode yang menggembirakan di saat-saat kita banyak tantangan, realisasi penerimaan dari jumlahnya yang ada sangat mengembirkan," katanya.

Petrus juga mengungkap bahwa melihat dari tren yang ada penerimaan negara ke depannya semakin baik. Sebab, kalau dengan pencapaian tersebut, artinya kekurangan penerimaan adalah 55,5 persen. Sementara itu, biasanya menjelang akhir-akhir tahun, penerimaan terus meningkat.

"Apalagi pada periode menjelang tahun baru, lebaran, natalan, di mana konsumsi meningkat. Ini akan meningkatkan PPN dari transaksi," kata dia.

Nanti, Petrus melanjutkan, selain PPN juga ada PPh. Sebab, di akhir tahun ada banyak pembagian bonus, dividen, tantiem, dan berbagai macam lainnya. (umi)

Prohibited, Cigarettes Share Much from Tax

vivanews.com, Friday 2 July 2010

Arinto Tri Wibowo, Agus Dwi Darmawan

Regardless the ‘haram’ (prohibited) labeling by Muhammadiyah and the boycott against Indonesian clove flavored cigarettes in the United States, the amount of tax on the products in June 2010 does not seem to be affected.

According to the Customs and Excise Directorate General, the tax revenue per June 28, 2010 has gone five percent over the target.

“Our statistic indicated that from the target of Rp 29.3 trillion, we have earned Rp 31.03 trillion,” Customs and Excise Director General Thomas Sugijata said at the Finance Ministry office in Friday, July 2.

He also said the tax is the institution’s biggest earning. According to him, the prohibitions have not shown their impact considering the overachievement.

Meanwhile, around 90 percent of customs income was coming from tobacco tax. Out of this year’s total target of Rp 59 trillion, approximately Rp 55 trillion was earned from tobacco tax while the rest was obtained from alcohol, etilalcohol and other types of products.

Sugijata also pointed out that in general, the Customs and Excise Directorate had up to 106.11 excess revenue as of June 28.

In details, other kinds of revenues besides the taxes are imported goods tax, which per June last year made Rp 9.2 trillion, going higher than the target of Rp 7.4 trillion.

“So, until June, we’ve received more than 23.19 percent off the target (123 percent)” Sugijata said.

As for exported goods tax, the target has not been fulfilled because out of Rp 2.7 trillion target, the income was only worth Rp 1.7 trillion or 31.94 percent of the target.

“That’s because of the policies for domestic protection, such as the one for the crude palm oil. It depends on the policy regarding the amount of standard export and tariff determined by other departments. The Customs and Excise Directorate can’t control that”.

Baru 7,7 Juta Wajib Pajak Setor SPT

Vivanews.com, Sabtu 3 Juli 2010

Antique, Agus Dwi Darmawan

Direktorat Jenderal Pajak mencatat per 30 April 2010 baru sebanyak 7,73 juta wajib pajak yang menyerahkan surat pemberitahuan tahunan (SPT) pajak. Jumlah ini hanya 54,84 persen dari jumlah wajib pajak terdaftar yang mencapai 14,101 juta.

Meski baru setengah, menurut Direktur Kepatuhan dan Potensi Penerimaan Ditjen Pajak Sumihar Petrus Tambunan, angka tersebut sudah cukup baik. Pasalnya, bila dibanding tahun-tahun sebelumnya, angka penyerahan SPT tahun ini lebih tinggi.

"Tahun 2009 dengan wajib pajak 10 juta, angka yang melapor SPT hanya 52,61 persen atau sekitar 5,4 juta wajib pajak," kata Petrus di Kantor Pajak, Jumat malam, 2 Juli 2010.

Bisa dibilang dua tahun belakangan ini, kata dia, tingkat kepatuhan wajib pajak sudah mulai menunjukkan kepedulian dengan kewajiban pajak. Meski belum seberapa namun rasio tahun 2009 dan 2010 tercatat dua kali lebih tinggi dibanding tahun-tahun sebelumnya.

Sebagai perbandingan Data Direktorat Jenderal Pajak rasio kepatuhan penyampaian SPT tahunan PPh sejak tahun 2004 adalah 34,02 persen dari total 3,14 juta wajib pajak, 2005 sebanyak 33,51 persen dari 3,53 juta wajib pajak, 2006 sebanyak 30,38 persen dari total 4,08 juta wajib pajak, 2007 sebanyak 28,55 persen dari total 4,478 juta wjaib pajak dan tahun 2008 sebanyak 30,96 persen dari total 6,776 juta wajib pajak.

Petrus menuturkan, untuk meningkatkan rasio kepatuhan ini, kantor pajak terus melakukan inventarisasi terhadap wajib pajak dan pengusaha kena pajak yang tidak atau belum menyampaikan SPT tahunan PPh dan SPT masa PPN untuk tahun masa pajak sebelumnya.

Tak hanya itu, kantor pajak juga berencana memberikan sosialisasi perpajakan bagi wajib pajak yang telah memegang kartu NPWP (nomor pokok wajib pajak). Pasalnya, banyak di antara wajib pajak yang telah memiliki NPWP, ternyata dalam realitanya belum memahami masalah pajak.

"Mereka menganggapnya ada kartu NPWP seperti kartu kredit saja, masuk kantong lalu dengan senang hati pergi keluar negeri bebas tak bayar fiskal," kata Petrus mencanda. "Jadi, nanti kami mau sosialisasi," kata dia.

Untuk menyadarkan dan mengingatkan, kantor pajak juga berencana mengirimkan surat ucapan terima kasih kepada 1.000 wajib pajak orang pribadi potensial uang SPT tahunannya diterima tepat waktu.

"Ini tanda terima kasih saja tapi juga mengingatkan. Jadi, misal nanti bapak terima kasih telah menyampaikan SPT dengan nomor sekian, ke alamat ini dan sebagainya," kata dia. (sj)

Juni, Pajak Orang Pribadi Tak Sampai Rp2 T

vivanews, Sabtu 3 Juli 2010

Antique, Agus Dwi Darmawan

Hingga semester I usai (per Juni 2010), penerimaan negara dari sektor pajak penghasilan (PPh) masih didominasi pajak penghasilan badan (PPh badan) dibanding pajak penghasilan orang pribadi (PPh orang pribadi).

Sumihar Petrus Tambunan, direktur Kepatuhan dan Potensi Penerimaan Ditjen Pajak menuturkan, per Juni 2010 PPh badan yang masuk sudah mencapai Rp72,62 triliun atau 57,34 persen dari rencana setahun. Sedangkan untuk realisasi PPh orang pribadi sejauh ini baru Rp1,94 triliun atau sekitar 45,22 persen dari rencana setahun.

"Jumlah PPh orang pribadi memang kecil tapi kami tidak kecil hati," ujar Petrus di Kantor Pajak, Jumat malam 2 Juli 2010.

Menurut Petrus, tidak tingginya target pajak penghasilan orang pribadi karena perhitungannya didasarkan realisasi tahun lalu yang masih kecil. Untuk tahun ini, Ditjen Pajak mentargetkan perolehan pajak dari PPh badan adalah Rp126,65 triliun sedang untuk PPh orang pribadi sebesar Rp4,29 triliun.

Porsi sumbangan terhadap penerimaan pajak penghasilan ini kalau diperbandingkan, persentasenya signifikan. Namun Petrus mengakui, orang pribadi juga dikenakan pajak PPh pasal 21 yang sampai per Juni 2010, nilainya sudah Rp25,54 triliun atau 41,48 triliun dari target setahun sebesar Rp61,57 triliun.

"Jadi, tidak jomplang-jomplang amat," kata Petrus berbahasa Jawa menunjukkan bahwa peran pajak orang pribadi yang terus meningkat dari tahun ketahun.

Ke depan, lanjut Petrus, kantor pajak masih akan terus melakukan kegiatan ekstensifikasi untuk meningkatkan penerimaan pajak yang bersumber dari orang pribadi.

Di antaranya, kata dia, kantor pajak akan menyisir pemilik toko di komplek pertokoan strategis dan beberapa tempat lain. Penyisiran juga dilakukan di komplek elit, dan beberapa properti mewah lain. (sj)

Rabu, 30 Juni 2010

Menkeu: Pungutan Pajak Bank belum Diperlukan

mediaindonesia.com, Rabu 30 Juni 2010

JAKARTA -
Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengatakan saat ini belum diperlukan penerapan Sytematicaly Important Financial Institution (SIFI) atau pembayaran pajak oleh bank untuk mengatasi krisis.

Indonesia tidak sepakat atas keputusan KTT G-20 mengenai pengenaan pajak untuk perbankan dalam rangka penanganan krisis. Apalagi saat ini Indonesia sudah mempunyai sistem penanganan krisis untuk perbankan.

"Indonesia belum perlu. Saat ini kita sudah mempunyai Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), saya rasa itu sudah cukup," ujar dia di Jakarta, Rabu (30/6).

Namun, lanjut Agus, sebagai konsekuensinya Bank Indonesia, Kementerian Keuangan dan Bapepam harus benar-benar menjaga institusi finansial. "Saya berpesan ke financial institution, mereka harus hati-hati dalam mengawasi bank-nya," katanya.

Pungutan pajak atas lembaga keuangan memang hangat dibicarakan dalam forum G-20. Negara-negara di Eropa termasuk Jerman dan Perancis sudah menyetujui penerapan tersebut.

Namun, KTT G-20 yang diadakan di Toronto 26 Juni lalu itu memutuskan penerapan pungutan pajak bank akan diserahkan kepada masing-masing negara. (Rrn/OL-9)

Tax Amnesty Jadi Jalan Tingkatkan Kepatuhan Wajib Pajak

detikfinance.com, Rabu 30 Juni 2010

Ramdhania El Hida

Jakarta
- Untuk meningkatkan kepatuhan para wajib pajak (WP), perlu adanya kebijakan tax amnesty (pengampunan pajak).

Kepala Strategi Pemeriksaan Ditjen Pajak Tunjung Nugroho mengakui, saat ini kepatuhan wajib pajak masih sangat rendah. Hal ini terlihat dari banyaknya objek pajak yang belum melaporkan dirinya sebagai wajib pajak.

"WP kita baru beberapa juta. Padahal penduduk Indonesia 200 juta. Anggap saja ada 50 juta KK dan 70%-nya mampu dan bisa menjadi WP. Namun, yang menopang negara ini baru beberapa WP saja," ujarnya dalam pelatihan pajak, di Ditjen Pajak, Gatot Subroto, Jakarta, Rabu (30/6/2010).

Untuk itu, lanjut Tunjung, dibutuhkan kepatuhan masyarakat dalam melaporkan kewajiban membayar pajak. Karena tidak mungkin pegawai Pajak mengejar seluruh masyarakat Indonesia yang tersebar di seluruh pulau.

"Kan tidak bisa Ditjen Pajak yang mengejar WP, resources-nya terbatas. Apalagi kita menerapkan self assesment, kalau kita yang kejar maka kembali ke office assesment seperti tahun 1983," jelasnya.

Namun, Tunjung mengakui dalam menjalankan sistem self assesment tersebut, terdapat potensi WP takut melapor karena khawatir dibuka seluruh utang pajaknya di masa lalu. Oleh karena itu, perlunya jaminan tax amnesty dari pemerintah untuk menghilangkan semua kewajiban pajak WP di masa lalu.

"Tidak hanya tax amnesty tapi harusnya amnesti nasional. Jangan hanya tax tapi ampuni semua. Tapi masalahnya, ikhlas nggak kita yang punya dosa sedikit mengampuni orang yang punya dosa banyak. Kalau mau, referendum dulu. Kita buka lembaran baru, kita akui semua kesalahan,"

Cara ini bisa berjalan efektif untuk meningkatkan kepatuhan WP asalkan semua data-data mereka dibeberkan. Hal ini memberikan efek jera sehingga WP yang memiliki utang pajak tersebut tidak lagi mengulang kesalahannya.

Tentunya dengan sistem pajak yang juga diperbaiki sehingga tidak lagi memberikan celah penyelewengan baik dari WP maupun Pegawai Ditjen Pajak.

"Misalkan seseorang sudah ketahuan punya istri dua. Pasti dia tidak akan berbohong lagi. Jadi tidak ada peluang orang untuk tidak jujur lagi karena telah ketahuan berbohong," jelasnya.

Tunjung yakin dengan saling terbuka data, maka tidak akan ada peluang WP untuk berbohong. "Telanjangi semua, pasti akan bagus karena tidak ada lagi peluang/insentif WP untuk memberikan data yang tidak benar," tukasnya.

(nia/dnl)

Komwas Pajak: Tindak Tegas Atasan Gayus

kompas.com, Selasa 29 Juni 2010

JAKARTA - Ketua Komite Pengawas Perpajakan (Komwas Perpajakan), Anwar Suprijadi menegaskan perlu tindakan tegas bagi atasan Gayus Tambunan yang telibat kasus mafia perpajakan.

"Saat ini jangan dibiarkan orang salah tidak ditindak. Pajak sudah melakukan reformasi. Beberapa kelemahan juga sudah diperbaiki. Jadi, kesalahan tidak bisa dimaklumi," tegas Anwar di Hotel Sultan, Jakarta, Selasa (29/6/2010).

Dikatakan Anwar, dalam kasus perpajakan ini jalan perbaikan sistem dan pengawasan yang diperketat harus diambil. "Hanya ada satu jalan yang harus dilakukan, yaitu dengan perbaikan sistem dan pengawasan yang di perketat," katanya.

Menurutnya, Komwas Perpajakan telah memberikan rekomendasi dan sudah disampaikan kepada Menteri Keuangan Agus Martowardojo terkait beberapa nama yang terlibat dalam kasus Gayus Tambunan dan beberapa atasannya.

Senin, 31 Mei 2010

Ini Pajak yang Naik dan Turun di DKI

vivanews.com, Senin 31 Mei 2010

Ismoko Widjaya, Desy Afrianti

DPRD dan Pemerintah Provinsi DKI sementara memutuskan kenaikan dan penurunan sejumlah tarif pajak. Sebanyak delapan jenis pajak tidak mengalami perubahan, tujuh jenis pajak diturunkan, dan satu jenis pajak naik.

"Ini memutuskan sementara. Masih ada satu sesi rapat lagi gabungan dewan dan Pemerintah Provinsi pada Rabu (2 Juni) dan Kamis (3 Juni) pengambilan keputusan," kata kata Badan Legislasi DKI, Triwisaksana, Jakarta, Senin 31 Mei 2010.

Dalam pertemuan dengan pemerintah provinsi pagi tadi, ada 11 tarif pajak daerah yang dibahas. Menurut dia, sebagian besar pajak dibuat tetap dan sebagian lagi diturunkan.

"Pembahasan semua itu akan mulai berlaku pada Januari 2011," ujar politisi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Berikut pajak yang naik, turun, dan tetap:

A. Pajak yang mengalami kenaikan:
1. Pajak bea balik nama kendaraan bermotor tetap 10 persen
2. Pajak bahan bakar kendaraan bermotor tetap 5 persen
3. Pajak hotel tetap 10 persen
4. Pajak penerangan jalan tetap 3 persen
5. pajak reklame tetap 25 persen
6. pajak parkir tetap 20 persen
7. Pajak bioskop tetap 10 persen
8. Pajak air tanah dan permukaan tetap

B. Pajak yang mengalami penurunan:
1. Pajak kendaraan bermotor untuk angkutan umum turun dari 1 persen menjadi 0,5 persen
2. Pajak kendaraan untuk kepentingan publik seperti ambulans turun dari 1 menjadi 0,5 persen
3. Pajak hiburan turun dari 10 menjadi 5 persen
4. Pajak pameran turun dari 20 menjadi 10 persen
5. Pajak permainan ketangkasan keluarga turun dari 20 menjadi 10 persen.
6. Pajak fitness centre turun dari 20 menjadi 10 persen

C. Pajak yang mengalami kenaikan:
1. Pajak hiburan malam naik dari 20 menjadi 35 persen

"Untuk pameran buku tidak terkena pajak, karena untuk kepentingan pendidikan Jakarta," kata Triwisaksana. Satu-satunya yang mengalami kenaikan hanyalah pajak hiburan malam.

Menurut dia, hiburan malam itu sudah memiliki pasar tersendiri. "Dan itu kelas atas, yang terkena adalah diskotik, night club, karaoke, pub, bar, dan cafe live music," ujarnya.

Triwisaksana menegaskan, fokus revisi pajak saat ini bukanlah pada peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Tetapi, memberi stimulus kepada pedagang atau pengusaha pasca-krisis tahun 1998.

"Sehingga, diharapkan mereka bisa berkembang lagi. Tapi kenaikan akan tetap dilakukan kalau krisis sudah dianggap stabil. Mungkin dua tahun ke depan," ujarnya.

Meski masih bersifat keputusan sementara, rencananya hasil hari ini akan disahkan pada Kamis mendatang. "Semua itu akan mulai berlaku pada Januari 2011," kata dia.

Jumat, 28 Mei 2010

MANGKIRNYA DIRJEN PAJAK DARI DPR | Panja Pajak DPR Minta Menkeu Nonaktifkan Tjiptardjo

kontan-online.com, Kamis 27 Mei 2010
JAKARTA. Tidak hadirnya Dirjen Pajak Tjiptardjo dalam Rapat Panitia Kerja (Panja) Perpajakan DPR berbuntut panjang. Panja Pajak meminta pada Menkeu Agus Martowardoyo agar Tjiptardjo dinonaktifkan sebagai Dirjen Pajak.

"Dalam rangka penyelesaian perpajakan saat ini dan mengoptimalkan penerimaan pajak," ujar Ketua Panja Pajak Melchias Markus Mekeng dalam konfrensi pers di DPR, Kamis (27/5).

Menurut Melchias, Tjiptardjo tidak menjalankan reformasi birokrasi di Kementerian Keuangan. Hal ini terlihat dengan alasan penundaan rapat dari Tjiptardjo karena alasan masih melakukan pendalaman terhadap kasus Pajak PT Permata Hijau Sawit. Padahal waktu untuk menyelesaikan data-data ini sudah diberikan seminggu.

"Hal ini menunjukkan bahwa Dirjen Pajakb tidak bertanggungjawab serta tidak memahami tugas dan kewajibannya," ujar Melchias. Dia mengancam bila tidak dipenuhi oleh Menkeu maka akan menggangu hubungan DPR dengan Kementerian Keuangan, terutama soal pembahasan anggaran pemerintah.

Rapat Panja Pajak dengan Ditjen Pajak yang seharusnya digelar siang ini di ruang Komisi XI DPR harus batal. Hal ini karena Ditjen Pajak mengaku belum bisa menghadiri rapat ini karena masih mempelajari data-data perpajakan. Pembatalan ini baru diketahui oleh Panja Pajak karena ada surat dari Dirjen Pajak M. Tjiptardjo yang baru diterima pagi ini. Hal ini membuat berang Panja Pajak.

Lamgiat Siringoringo

Rabu, 19 Mei 2010

Dicecar DPR, Pegawai Pajak Kelabakan

vivanews.com, Selasa 18 Mei 2010

VIVAnews - Pegawai pajak pemeriksa PT Permata Hijau Sawit (PHS) hari ini mengecewakan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Atas nama reformasi birokrasi, pegawai yang dipanggil terkait pemeriksaan PHS ini kelabakan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan anggota dewan.
 
Pertanyaan paling menohok dan rata-rata tidak bisa dijawab adalah perihal dasar hukum atau aturan seorang pegawai negeri sipil bertugas. "Apa yang menjadi dasar saudara bekerja melakukan wewenang itu." Ini adalah pertanyaan paling mendasar yang ditanyakan para anggota dewan sore ini.
 
Mereka yang dipanggil itu adalah Sumurung Sihotang, Jeffry Lumbung, Mangitan Simosir, Iwa Waryun, Noorfais, Iqbal, dan Kusno.

Pemanggilan oleh Komisi XI berkaitan dengan pemeriksaan PT Permata Hijau Sawit yang oleh Menteri Keuangan disebut merestitusi faktur pajak fiktif sebesar Rp 300 miliar. Komisi XI berniat mengonfrontir dengan pernyataan yang disampaikan oleh PHS sebelumnya.
 
Tapi, apa yang dihadapi justru mengecewakan anggota dewan. Tujuh orang tersebut tidak bisa menjawab perihal dasar hukum tugasnya. Tak hanya itu, saat awal-awal diminta menceritakan kronologi pemeriksaan PHS, mereka tidak bisa menjelaskan secara detail. Hanya mengingat-ingat seadanya.
 
Setelah satu jam rapat dengar pendapat berjalan, kondisi ini pun membuat anggota makin meninggi pertanyaannya karena hasilnya mengecewakan.
 
"Ini menandakan bapak yang fungsional, tidak bisa memberikan jawaban konseptual dan pas tentang apa itu pemeriksaan pajak," kata anggota dewan Arif Budimanta dengan nada meninggi tanda kesal.

Arif kesal, karena peraturan-peraturan apa yang mendasari mereka bekerja tidak ada yang bisa menjawab dengan pas.
 
Selanjutnya, ketika diberikan pertanyaan mendasar tentang apa yang dimaksud tentang pemeriksaan pajak, mereka juga tidak bisa menjawab.

Padahal, tugas utama dan hal utama yang akan didalami dalam rapat dengar pendapat kali ini perihal pemeriksaan bukti permulaan dan lainnya.
 
"Bapak kerja sejak tahun berapa, siapa di sini yang paling lama," tanya Arif.
 
"Bekerja sejak tahun 1991," jawab Sumurung yang menjawab arti tentang pemeriksaan. "Berarti 20 tahun," ujar Arif singkat dan terdiam karena kecewa.
 
Rapat dengar pendapat ini pun masih berlangsung terus. Rapat berlangsung secara tanya jawab langsung tanpa dibagi termin layaknya model dialog dalam sebuah seminar.

Anggota dewan berusaha mengorek informasi perihal pemeriksaan. "Ini menandakan fiskus yang ceroboh," celetuk anggota dewan. (hs)

PT PHS: Tak Ada Surat Imbauan Kanwil Pajak

kompas.com, Selasa 18 Mei 2010
Caroline Damanik
JAKARTA - Direktur Keuangan PT Permata Hijau Sawit Toto Chandra menyesalkan mencuatnya kasus dugaan faktur restitusi pajak fiktif senilai Rp 300 miliar yang melanda perusahaannya. Padahal, sepengetahuan mereka proses pencatatan transaksi sudah sesuai. Namun, kalaupun ada persoalan kecil, Toto menyesalkan tak adanya surat pemberitahuan dari kantor wilayah pajak setempat.

"Persoalan kami, pemeriksaan bukti permulaan oleh Kakanwil Pajak, tidak sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku. Tidak ada surat imbauan untuk memperbaiki SPT sesuai surat edaran dari Ditjen Pajak, kami langsung diberikan surat penyidikan. Ini membuat permasalahan menjadi semakin rumit," tuturnya dalam pertemuan dengan Komisi XI DPR RI, Selasa (18/5/2010).

Menurut Toto, jika saja Kakanwil menjalankan aturan, dia yakin persoalan pun dapat terselesaikan. Apalagi kemudian Kakanwil mencabut status Wajib Pajak patuh perusahaan, padahal hingga saat ini pun, pihaknya masih dalam proses meminta pertanggungjawaban dari supplier yang berperan waktu itu.

Toto menegaskan bahwa sebagai pemasok CPO, berbagai transaksi yang dilakukan PHS sudah melibatkan supplier yang memenuhi syarat. Berbagai transaksi yang terjadi pun diikat dalam kontrak dan tanggungjawab pembayaran pajak serta pengecekannya telah dilaporkan sesuai surat edaran dan arahan Ditjen Pajak.

Hak restitusi pajak sudah disetorkan kepada supplier dan merekalah yang wajib melapor ke Dirjen Pajak. Dalam perjalanannya pun, PT PHS merasa restitusi PPN yang lebih bayar sebesar Rp 530 miliar untuk periode Agustus 2007 sampai dengan Juni 2008 tertahan lebih dari dua tahun.

Di Changi Belanja Emas dan Barang Seni Bebas Pajak

kompas.com, Selasa 18 Mei 2010

SINGAPURA - Anda gemar belanja emas dan barang seni? Kini Bandara Changi di Singapura membuka tempat khusus bagi pembelian dan penyimpanan barang-barang berharga dan karya seni. Langkah Bandara Changi ini mengikuti Hongkong dan Beijing.


Pengunjung yang berbelanja di tempat ini akan menikmati kebebasan membayar pajak dan pengisian formulir pabean. Selain itu juga tersedia tempat penyimpanan barang berharga dengan jaminan keamanan yang andal. Tempat penyimpanan ini terbuka bagi warga negara asing nonpenduduk.

Pasar yang memiliki luas sekitar 30.000 meter persegi ini dikelola oleh The Singapore Freeport Pte. Letaknya berada di areal Bandara Changi sehingga keamanannya pun mengikuti standar keamanan bandara internasional.

"Inilah negara yang memberikan fasilitas bagi barang seni, " kata Francois Curiel, Presiden Cristie's Asia. Cristie's ikut menyewa tempat untuk membuka gerai di pasar ini. Pembukaan gerai Cristie's ini untuk memberikan fasilitas bagi klien mereka yang ada di kawasan Asia. "Singapura akan menjadi pusat seni yang penting," katanya.

Beberapa perusahaan ikut andil menjadi pemegang saham dalam proyek yang meniru pelabuhan bebas di Swiss. Singapura National Arts Council dan National Heritage Board turut serta dalam proyek ini sebagai peran pemerintah yang ingin mendorong pertumbuhan bisnis seni dan hiburan di negeri merlion.

Pemerintah Singapura telah menanamkan investasi mereka sekitar 1 miliar dollar AS dalam satu dekade terakhir. Dana itu digunakan untuk membangun fasilitas seni, seperti museum gedung konser dan tempat pameran.

"Pasar seni di Asia berkembang cepat seiring pertumbuhan ekonomi di kawasan ini," kata Alain Vandenborre, presiden dan koordinator pendanaan proyek, bersama dengan Yves Bouvier, kepala bagian pengapalan barang seni Natural Le Coultre yang berbasis di Geneva. "Singapura mungkin satu-satunya negara yang menawarkan tempat seperti Swiss, yaitu kondisi perekonomian stabil, netral, dan aman," kata Bouvier.

Dalam areal "pasar seni" Freeport, akan digelar aneka barang seni rupa, perhiasan, jam tangan, berlian, logam mulia barang antik, mobil dengan seri khusus, anggur, cerutu, karpet, dan dokumen rahasia. Pengelola mengklaim space di lokasi ini sudah terjual hingga 98 persen kepada penyewa. Karena itu, pengelola berencana untuk menambah hingga 25.000 meter persegi lagi. "Sebagian di antaranya sudah siap untuk dipesan," kata Vandenborre.

"Freeport Singapura ini menjadi mata rantai emas dalam mempromosikan negeri ini sebagai pusat seni kebudayaan dan barang antik baik untuk penyimpanan dan penjualan bagi barang yang bernilai tinggi," kata Tomy Koh, Ketua National Heritage Board, yang mengoperasikan museum di Singapura.

Dalam situs web Freeport disebutkan, kolektor yang bekerja di toko akan diperbolehkan untuk memamerkan produk mereka di museum kota tanpa harus membayar pajak ataupun mengisi dokumen pabean.

Bangunan dan sistem keamanan dari bangunan Freeport dirancang oleh arsitek Swiss, Benedicte Montan dan Vamelo Stendardo, termasuk desain hemat energi untuk struktur isolasi termal dan dinding yang tertutup secara vetasi untuk membantu agar suhu ruangan tidak terlalu lembab. Sementara desain lobi didominasi oleh struktur kisi sehingga terkesan luas dan dihiasi oleh patung karya Ron Arad.

"Ini seperti Fort Knox," kata Lorenzo Rudolf, mantan Direktur Art Basel yang juga menjadi penyelenggara pergelaran seni internasional di Singapura Januari silam.

Balai lelang Cristie's menyewa sekitar 40 persen tempat ini. Mereka menyewa tempat yang luas itu untuk memperluas bisnis mereka di kawasan Asia, khususnya klien individu. Presiden Cristie's Asia Francois Curiel bilang, The Singapore Freeport ini akan menjadi suplemen bagi Cristie's Fine Art Storage Services yang ada di London dan satu tempat yang baru dibuka di New York Maret lalu.

"Pemerintah Singapura sangat pintar dan menyadari dengan perkembangan di China. Mereka menjadikan Singapura sebagai hub seni bagi Asia dan Singapura yang mulai keluar, jadi mereka mengunci dunia dengan membuat model Geneva Freeport, " kata Curiel. "Ini kesempatan bagi Singapura untuk kembali bersaing dengan Hongkong dan Beijing sebagai pusat seni di Asia."

Cristie's dan Sotheby's

Balai lelang Cristie's telah menghentikan lelang di Singapura sejak 2002. Mereka mengalihkan tempat ke Hongkong untuk penjualan di Asia Tenggara. Langkah serupa diambil oleh balai lelang Sotheby's pada 2008.

"Dalam waktu dekat, Singapura belum mampu bersaing dengan Hongkong sebagai pusat seni karena butuh waktu untuk membangun ini," kata kolektor yang juga Chief Executive My Humble Art Space Michael Wang. "Tetapi dengan memulai ini, Singapura belum terlambat," katanya. (Syamsul Ashar/Kontan)

Di Changi Belanja Emas dan Barang Seni Bebas Pajak

kompas.com, Selasa 18 Mei 2010

SINGAPURA - Anda gemar belanja emas dan barang seni? Kini Bandara Changi di Singapura membuka tempat khusus bagi pembelian dan penyimpanan barang-barang berharga dan karya seni. Langkah Bandara Changi ini mengikuti Hongkong dan Beijing.


Pengunjung yang berbelanja di tempat ini akan menikmati kebebasan membayar pajak dan pengisian formulir pabean. Selain itu juga tersedia tempat penyimpanan barang berharga dengan jaminan keamanan yang andal. Tempat penyimpanan ini terbuka bagi warga negara asing nonpenduduk.

Pasar yang memiliki luas sekitar 30.000 meter persegi ini dikelola oleh The Singapore Freeport Pte. Letaknya berada di areal Bandara Changi sehingga keamanannya pun mengikuti standar keamanan bandara internasional.

"Inilah negara yang memberikan fasilitas bagi barang seni, " kata Francois Curiel, Presiden Cristie's Asia. Cristie's ikut menyewa tempat untuk membuka gerai di pasar ini. Pembukaan gerai Cristie's ini untuk memberikan fasilitas bagi klien mereka yang ada di kawasan Asia. "Singapura akan menjadi pusat seni yang penting," katanya.

Beberapa perusahaan ikut andil menjadi pemegang saham dalam proyek yang meniru pelabuhan bebas di Swiss. Singapura National Arts Council dan National Heritage Board turut serta dalam proyek ini sebagai peran pemerintah yang ingin mendorong pertumbuhan bisnis seni dan hiburan di negeri merlion.

Pemerintah Singapura telah menanamkan investasi mereka sekitar 1 miliar dollar AS dalam satu dekade terakhir. Dana itu digunakan untuk membangun fasilitas seni, seperti museum gedung konser dan tempat pameran.

"Pasar seni di Asia berkembang cepat seiring pertumbuhan ekonomi di kawasan ini," kata Alain Vandenborre, presiden dan koordinator pendanaan proyek, bersama dengan Yves Bouvier, kepala bagian pengapalan barang seni Natural Le Coultre yang berbasis di Geneva. "Singapura mungkin satu-satunya negara yang menawarkan tempat seperti Swiss, yaitu kondisi perekonomian stabil, netral, dan aman," kata Bouvier.

Dalam areal "pasar seni" Freeport, akan digelar aneka barang seni rupa, perhiasan, jam tangan, berlian, logam mulia barang antik, mobil dengan seri khusus, anggur, cerutu, karpet, dan dokumen rahasia. Pengelola mengklaim space di lokasi ini sudah terjual hingga 98 persen kepada penyewa. Karena itu, pengelola berencana untuk menambah hingga 25.000 meter persegi lagi. "Sebagian di antaranya sudah siap untuk dipesan," kata Vandenborre.

"Freeport Singapura ini menjadi mata rantai emas dalam mempromosikan negeri ini sebagai pusat seni kebudayaan dan barang antik baik untuk penyimpanan dan penjualan bagi barang yang bernilai tinggi," kata Tomy Koh, Ketua National Heritage Board, yang mengoperasikan museum di Singapura.

Dalam situs web Freeport disebutkan, kolektor yang bekerja di toko akan diperbolehkan untuk memamerkan produk mereka di museum kota tanpa harus membayar pajak ataupun mengisi dokumen pabean.

Bangunan dan sistem keamanan dari bangunan Freeport dirancang oleh arsitek Swiss, Benedicte Montan dan Vamelo Stendardo, termasuk desain hemat energi untuk struktur isolasi termal dan dinding yang tertutup secara vetasi untuk membantu agar suhu ruangan tidak terlalu lembab. Sementara desain lobi didominasi oleh struktur kisi sehingga terkesan luas dan dihiasi oleh patung karya Ron Arad.

"Ini seperti Fort Knox," kata Lorenzo Rudolf, mantan Direktur Art Basel yang juga menjadi penyelenggara pergelaran seni internasional di Singapura Januari silam.

Balai lelang Cristie's menyewa sekitar 40 persen tempat ini. Mereka menyewa tempat yang luas itu untuk memperluas bisnis mereka di kawasan Asia, khususnya klien individu. Presiden Cristie's Asia Francois Curiel bilang, The Singapore Freeport ini akan menjadi suplemen bagi Cristie's Fine Art Storage Services yang ada di London dan satu tempat yang baru dibuka di New York Maret lalu.

"Pemerintah Singapura sangat pintar dan menyadari dengan perkembangan di China. Mereka menjadikan Singapura sebagai hub seni bagi Asia dan Singapura yang mulai keluar, jadi mereka mengunci dunia dengan membuat model Geneva Freeport, " kata Curiel. "Ini kesempatan bagi Singapura untuk kembali bersaing dengan Hongkong dan Beijing sebagai pusat seni di Asia."

Cristie's dan Sotheby's

Balai lelang Cristie's telah menghentikan lelang di Singapura sejak 2002. Mereka mengalihkan tempat ke Hongkong untuk penjualan di Asia Tenggara. Langkah serupa diambil oleh balai lelang Sotheby's pada 2008.

"Dalam waktu dekat, Singapura belum mampu bersaing dengan Hongkong sebagai pusat seni karena butuh waktu untuk membangun ini," kata kolektor yang juga Chief Executive My Humble Art Space Michael Wang. "Tetapi dengan memulai ini, Singapura belum terlambat," katanya. (Syamsul Ashar/Kontan)

Minggu, 16 Mei 2010

Penerimaan Pajak Sektor Tambang Rendah

kompas.com, Jum'at 14 Mei 2010

JAKARTA - Wakil Presiden Boediono meminta Menteri Kooinator Perekonomian Hatta Radjasa dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati untuk lebih mencermati penerimaan sektor pajak dari pertanian dan pertambangan. Sebab, hingga awal Mei ini, penerimaan pajak dari dua sektor tersebut, diakui masih rendah.

Pajak Penghasilan (PPh) dari sektor Pertanian dan Pertambangan tercatat hanya Rp 8,8 triliun, pada hal tahun lalu pada periode yang sama tercatat mencapai Rp 12,4 triliun. Demikian juga Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari kedua sektor tersebut, tercatat baru mencapai Rp 1,8 triliun, padahal pada periode yang sama penerimaan di sektor tersebut mencapai R p 6,1 triliun.

Hal itu diungkapkan Sri Mulyani Indrawati dan Hatta Radjasa, dalam keterangan pers, seusai mengikuti rapat terbatas yang dipimpin Wapres Boediono di Istana Wapres, Jakarta, Jumat (14/5/2010) .

"Penerimaan pajak di sektor pertanian dan t ambang masih tidak mencerminkan penguatan. Penerimaan PPh sektor tersebut baru Rp 8,8 triliun, sedangkan tahun lalu mencapai Rp 12,4 triliun. Adapun PPN baru mencapai Rp 1,8 triliun, sementara tahun lalu mencapai Rp 6,1 triliun," tandas Sri Mulyani.

Oleh sebab itu, tambah Sri Mulyani, Wapres Boediono meminta untuk dipantau penyebab dan dicarikan jalan keluarnya agar penerimaan negara bisa tercapai sesuai target.

Menurut Hatta Radjasa, pihaknya diminta untuk mencermati apa penyebab dari penurunan penerimaan negara dari sektor pajak pertanian dan pertambangan. Apakah ini terjadi akibat dari konsolidasi dari beban-beban yanga lalu. Ini yang harus dicermati. Seharusnya, ini tidak terjadi mengingat harga-harga komoditas sekarang tengah meningkat dan produknya juga tinggi, kata Hatta.

Dikatakan Hatta, jalan keluar dari masalah ini adalah transpransi terkait jumlah produksi dan hasil penjualan komoditas tersebut. "Kami akan meminta data ke Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan dan pemerin tah daerah. Dari data itu akan kita lihat di masa hilangnya itu dan apakah penyebabnya. Inilah yang akan menjadi tugas Tim Pengamanan dan Pendapatan Negara yang akan dibentuk," lanjut Hatta.

Surplus

Lebih jauh, Sri Mulyani menyatakan, kondisi keuangan negara di APBN-P 2010 cukup baik dan malah terjadi surplus. "APBN-P 2010 saat ini posisi dana tunai pemerintah mencapai Rp 91 triliun, yang berasal dari surplus Rp 50,9 triliun dan pembiayaan Rp 40,1 triliun," ujar Sri Mulyani.

Menurut Sri Mulyani, di masa datang, pemerintah akan tetap menjaga momentum mengingat pada kuartal II tahun ini, kondisi ekonomi masih cukup kuat. Asalkan, stabilitas fiskal dan moneter tetap harus dijaga terus oleh Bank Indonesia dari risiko krisi keuangan di Yunani serta di namika di sektor Asia.

Oleh sebab itu, proyeksi kuartal II dan III pertumbuhan ekonomi akan mencapi sekitar 6 persen atau lebih sedikit dari kuartal III. "Ini menunjukan pertumbuhan rata-rata per tahun akan menunjukan di kisaran 5,8 persen," ujar Sri Mulyani.

Ketertutupan Pajak, Awas "Gayus" Baru!

kompas.com, Jum'at 14 Mei 2010

JAKARTA - Ketertutupan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan yang hingga kini tidak bisa diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK, khususnya terkait sisi penerimaan pajak, diperkirakan tidak akan menutup peluang munculnya Gayus-Gayus baru di masa datang.

Oleh sebab itu, satu-satunya jalan untuk mencegah munculnya Gayus-Gayus baru dan dilaksanakannya secara sungguh-sungguh reformasi birokrasi di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan adalah keterbukaan bagi BPK untuk melakukan audit terhadap basis data penerimaan pajak di Ditjen Pajak Kementerian Keuangan tersebut.

Hal itu diungkapkan mantan Ketua BPK Anwar Nasution saat ditelepon Kompas, Jumat (14/5/2010). Ia dimintai pendapat mengenai pelaksanaan reformasi birokrasi di Ditjen Pajak Kementerian Keuangan pasca munculnya kasus pegawai Ditjen Pajak Gayus HP Tambunan, yang diduga terlibat dalam praktik mafia pajak dan mafia hukum di Kepolisian Negara RI.

"BPK tidak memiliki Informasi yang lengkap tentang pajak. Pengetahuan kami nol. Yang tahu penerimaan pajak itu hanya Dirjen Pajak dan Tuhan. Semua lembaga tinggi negara tidak ada yang tahu. Ini karena keterbukaan informasi yang sangat minim dari Ditjen Pajak," tandas Anwar.

Anwar menyatakan, "Itulah mengapa, waktu dulu, saya selaku Ketua BPK melaporkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati ke Polri karena tidak mau membuka ketertutupan informasi penerimaan pajaknya."

Menurut Anwar, upayanya agar Ditjen Pajak tidak tertutup dilakukan dengan mengirim surat kepada pimpinan DPR yang berisi permintaan BPK agar DPR memasukkan usulan perombakan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Dikatakan Anwar, Pasal 34 KUP merupakan pasal yang menghambat pemeriksaan BPK atas Ditjen Pajak. Pasal tersebut mengharuskan adanya izin Menteri Keuangan jika BPK berniat mengaudit masalah tertentu di Ditjen Pajak. Padahal Menkeunya tidak pernah mengizinkan. Alasannya, waktu itu, informasi pajak masuk kategori rahasia sehingga tidak boleh diaudit. Yang boleh diaudit hanya anggaran Ditjen Pajak.

BPK berlapis-lapis

Di tempat terpisah, Sekretaris Jenderal (Sekjen) BPK Dharma Bakti menegaskan, BPK termasuk pelopor dalam melaksanakan reformasi birokrasi, yang hingga kini pelaksanaannya dinilai paling baik. Oleh sebab itu, Dharma Bakti optimis di lembaganya tidak akan terjadi jual-beli hasil audit yang dilakukan oleh para auditor BPK.

Tak hanya tunjangan remunerasi yang nilainya cukup besar sekarang ini diberikan dan akan meningkat lagi jumlahnya, akan tetapi juga berlapis-lapisnya sistem dan cara yang diterapkan BPK untuk mengawasi para auditor BPK bekerja. "Kami yakin, di BPK, tidak akan muncul kasus-kasus seperti Gayus," tandas Dharma Bakti.

Dikatakan Dharma Bakti, upaya mencegah terjadinya penyalahgunaan hasil pemeriksaan oleh pegawai dan auditor BPK, diakui sekarang ini semakin sulit. Mulai dari pembentukan tim kerja, dan bukan bekerja perorangan, biaya auditor yang ditetapkan sesuai standar umum dan khusus untuk menjalankan pemeriksaan, jaminan asuransi bagi auditor, hasil audit yang diperiksa lagi secara berlapis oleh tim pengendali dan lainnya, kertas kerja hasil pemeriksaan yang harus dilampirkan oleh auditor untuk diperiksa lagi. "Sampai pemeriksaan atau audit kembali oleh BPK negara lain sehingga peluang itu kecil sekali akan muncul," kata Bharma Bakti.

Selain itu, lanjut Dharma Bakti, masih adanya mekanisme pengaduan dari pihak luar kepada inspektorat jenderal (irjen) BPK atas perilaku auditor BPK, ditambah dengan adanya kode etik yang dimiliki auditor BPK sehingga setiap pelanggaran kode etik itu akan disidangkan oleh Majelis Kehormatan Kode Etik (MKKE).

Mantan Kepala Sub Auditor BPK Kalimantan Barat, yang kini menjadi Kepala Bagian Publikasi dan Layanan Informasi BPK Gunarwanto, juga mengakui semakin kecilnya auditor BPK di lapangan yang menerima uang, makanan dan bahkan menerima tawaran rayuan lainnya seperti dulu.

Rabu, 12 Mei 2010

Setoran Pajak Capai 30% Target

detikfinance.com, Rabu 12 Mei 2010

Herdaru Purnomo

Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) mencatat realisasi penerimaan pajak sampai dengan 30 April 2010 sudah hampir mencapai 30% dari target pajak APBN 2010 atau sekitar Rp 179,22 triliun.


Sesuai dengan APBN 2010 penerimaan pajak ditargetkan mencapai Rp 597,4 triliun.

"Realisasi penerimaan sampai dengan bulan April 2010 mencapai 29,8%. Ya hampir 30% lah dari target penerimaan APBN lho, bukan APBN-P," ujar Direktur Jenderal Pajak M. Tjiptardjo ketika ditemui di Gedung DPR-RI, Jakarta, Rabu (12/05/2010).

Penerimaan tersebut, lanjut Tjiptardjo, ditopang oleh penerimaan PPh badan dan PPn. "Karena pada 30 April 2010 kemarin kan ada batas akhir pemasukan SPT PPh Badan. Penerimaan PPh Badan mencapai Rp 46 triliun," tambahnya.

Lebih lanjut Tjiptardjo mengatakan, untuk PPn sendiri sampai dengan bulan April 2010 kemarin mencapai Rp 43 triliun.

"Namun angka-angka tersebut harus di cek terlebih dahulu, tapi yang jelas kontribusi terbesar dari PPh Badan dan PPN memang," tandasnya.