Sabtu, 10 Juli 2010

Jumlah Pemeriksa Pajak Jauh dari Ideal

m.mediaindonesia.com, Jum'at 9 Juli 2010

JAKARTA - Pemeriksa pajak per Juni 2010 baru di Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan baru mencapai 4.382 orang. Mayoritas sebanyak 2.843 atau 64,88% terkonsentrasi di Pulau Jawa. Angka ini dinilai jauh dari jumlah ideal yakni 8.000 orang.

Hal itu diungkapkan oleh Direktur Pemeriksaan Pajak Dirjen Pajak Kementerian Keuangan Otto Endy Panjaitan di Jakarta, Jumat (9/7). "Artinya masih ada selisih sebesar 3.618 orang atau 45,22%," ungkap Otto.

Bahkan hingga periode Desember 2009, jumlah pemeriksa pajak hanya 2.744 orang. Karenanya, pada Januari 2010, Dirjen Pajak merekrut terhadap 1.683 pegawai pajak dimasukkan dalam direktorat pemeriksaan.

Jumlah pemeriksaan selesai per Juni 2010 sebanyak 20.717 unit. Hasilnya, penerimaan pajak sebesar Rp1,241 triliun dan jumlah lebih bayar yang diklaim wajib pajak tapi berhasil dipertahankan oleh pemeriksa (refund discrepancy) sebesar Rp3,58 triliun. "Sampai akhir tahun, kami menargetkan pemeriksaan pajak sebesar Rp9 triliun," ungkapnya.

Dengan aparat yang minim tersebut membuat pemeriksaan pajak tidak terperiksa seluruhnya. Dari total sekitar 16 juta wajib pajak, sebanyak 13 juta merupakan wajib pajak dari perusahaan sehingga menyisakan 3 juta wajib pajak yang menjadi objek pemeriksaan. "Nah, dari jumlah yang 3 juta itu baru ter-cover hanya 0,3 persen saja. Tahun ini kami menargetkan bisa memeriksa hingga 0,5 persen," ujarnya.

Secara spesifik, aparat yang ahli dalam bidang transfer pricing juga masih minim. Otto mengungkapkan bahwa saat ini hanya terdapat 40 pemeriksa yang ahli dalam transfer pricing. "Mestinya setiap pemeriksa harus menguasai pengetahuan transfer pricing," ungkap Otto. Namun, direktoratnya sudah menyiapkan sumber daya di bidang transfer pricing sebanyak 1.015 orang yang nantinya akan tersebar di kantor pajak di seluruh Indonesia.

Dirjen Pajak juga akan menempatkan 15 intelijen di luar negeri untuk mengatasi adanya praktik transfer pricing. Dengan minimnya sumber daya tersebut, hingga Juni 2010, penanganan kasus transfer pricing juga minim. Yang ditangani oleh Ditjen Pajak pusat hanya 40 kasus.

Untuk terus memerangi praktik transfer pricing, pihaknya juga terus melakukan koordinasi dengan instansi lainnya serta institusi yang perpajakan di negara lain. Ia juga terus melakukan dengan sektor perbankan untuk membuka informasi transaksi pihak-pihak yang melakuan praktik transfer pricing.

Fokus pemeriksaan nasional 2010 adalah sektor pertambangan dan jasa pertambangan minyak dan gas bumi, industri semen, kapur dan gips, serta barang-barang dari semen dan kapur, industri logam dasar, konstruksi, penjualan, pemeliharaan, dan reparasi mobil dan sepeda motor, penjualan eceran bahan bakar kendaraan, sektor perdagangan besar dalam negeri, kecuali perdagangan mobil dan sepeda motor selain ekspor dan impor.

Kemudian sektor perdagangan eceran, kecuali mobil dan sepeda motor, reparasi barang-barang keperluan pribadi dan rumah tangga, perdagangan ekspor, kecuali perdagangan mobil dan sepeda motor, perdagangan impor, kecuali perdagangan mobil dan sepeda motor, hotel berbintang, restoran rumah makan, bar dan jasa boga, telekomunikasi, perantara keuangan kecuali asuransi dan dana pensiun, real estate, dan jasa periklanan. (ST/OL-5)

Tidak ada komentar: