Rabu, 28 April 2010

Menkeu: Ada Gayus, Tak Bikin Remunerasi Gagal

vivanews.com, Rabu 28 April 2010

Arinto Tri Wibowo, Agus Dwi Darmawan

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meminta agar publik jangan terlalu mempersoalkan masalah remunerasi dengan munculnya kasus mafia pajak, Gayus Tambunan.


Remunerasi hanya sebagian dari proses reformasi dan bukan berarti dengan munculnya kasus Gayus, remunerasi itu gagal.
 
Semua pihak, Sri Mulyani melanjutkan, perlu melihat reformasi dan remunerasi itu secara objektif. Bahkan, petinggi Kementerian Keuangan menekankan bahwa tidak ada sesuatu apa pun yang bisa sempurna di dunia ini.
 
"Spirit Kemenkeu bahwa kalau ada kesalahan kami akan segera perbaiki, prinsipnya masalah itu bisa direspons dengan cukup tepat, cepat, dan kredibel," kata Sri Mulyani Indrawati di Jakarta, Rabu 28 April 2010, menjawab apakah sudah ada evaluasi tentang remunerasi apakah perlu dikaji atau tidak.
 
Ia menekankan bahwa Kemenkeu selalu terbuka dan bersedia menerima koreksi. "Itu janji, janjinya koreksi, kalau jaminannya sempurna di dunia ini tidak ada yang sempurna," ujarnya.
 
Melalui masukan itu, dia menambahkan, segala masalah bisa diselesaikan. Koreksi yang ada juga didengarkan dengan serius dan diminta agar pembenahannya diperhatikan, dijaga, dan terus dimonitor.

"Tekanan dari masyarakat untuk memperbaiki ini sangat diperlukan," kata dia.
 
Ia mengatakan bahwa persoalan reformasi itu adalah check and balance bukan karena melihat remunerasinya. Pesan Sri Mulyani adalah jangan sampai untuk menyelesaikan masalah maka justru timbul masalah baru.
 
"Ini namanya persoalan utamanya tidak selesai malah timbul masalah baru," katanya. "Jadi jangan sampai membuat kesimpulan yang salah," ujarnya. (hs)

Rekrutmen Hakim Pajak Akan Diubah

bisnis.vivanews.com, Rabu 28 April 2010

Antique, Agus Dwi Darmawan

Kementerian Keuangan bersama dengan Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial sepakat memperbaiki cara rekrutmen hakim Pengadilan Pajak. Perubahan cara rekrutmen ini sebagai langkah memperbaiki kredibilitas hakim pajak yang selama ini dipertanyakan.

 
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menuturkan, hakim pajak saat ini dipertanyakan karena dari sisi kompetensinya yang kebanyakan mantan atau pensiunan pegawai pajak. Artinya, dengan demikian bisa saja timbul kinerja yang tidak diinginkan.
 
"Tapi perlu dipahami bahwa maksud Hakim Pajak itu kualifikasinya dari mantan pegawai pajak, karena dengan pola seperti ini timbul confidence," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Keuangan, Rabu 28 April 2010.
 
Kepercayaan yang dimaksud, hakim dengan posisinya sebagai pemutus suatu perkara jelas sangat mengetahui dasar dan aturan hukum dalam proses perpajakan.
 
Namun, karena pola rekrutmen seperti itu yang sekarang justru menimbulkan pertanyakan tentang kredibilitas hakim atas hal yang tidak diinginkan, maka itu yang akan diperbaiki.
 
"Akan ada tim yang memperbaiki prosedur dan kualifikasi hakim. Nanti, ada PMK (Peraturan Menteri Keuangan) yang mengaturnya," kata Sri Mulyani.
 
Menkeu menambahkan, selama ini nama-nama calon hakim memang diusulkan Kementerian Keuangan. Selanjutnya, nama hakim ini akan mendapat persetujuan dari Mahkamah Agung yang selanjutnya SK hakim ditandatangani presiden. (umi)

Kekayaan Hakim Bakal Dicocokan dengan SPT

economy.okezone.com, Rabu 28 April 2010

Ajat M Fajar

JAKARTA - Laporan harta kekayaan para hakim pajak akan dicocokkan kembali dengan laporan Surat Pemberitahuan Tahunan pajak (SPT). Hal tersebut dilakukan untuk masyarakat mengetahui mengenai kredibilitas para hakim pajak tersebut.


"Para hakim pajak akan melaporkan LHKPN dan nanti akan dicocokan dengan SPT-nya," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani usai bertemu dengan tim dari Satgas dan Komisi Yudisial untuk membahas mengenai pengadilan pajak, di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Rabu (28/4/2010).

Lebih lanjut Sri Mulyani menjelaskan hal ini dilakukan agar pengadilan pajak dapat membangun kepercayaan mereka terhadap latar belakang hakim tersebut. "Ini nantinya informasi untuk masyarakat agar masyarakat tau tentang hakim tersebut,'' ungkapnya.

Selain terkait soal jika adanya rekening mencurigakan para hakim, Sri Mulyani menyerahkan pada penegak hukum agar bisa diproses secara hukum. "Kalau ada yang mencurigakan bisa ditindaklanjuti KPK karema PPATK pasti juga memberi laporan," pungkasnya. (ram)(ade)

Tax Court Must Be Improved

en.vivanews.com, Tuesday 27 April 2010

A task force for the eradication of law mafia revealed the weaknesses of tax court especially on appeals and suits.


"There are holes [in the tax court] such as the low number of judges, poor governance and case handling. Everything must be improved," said secretary of the task force Denny Indrayana today, April 27.

Deputy Attorney General, who is also member of the task force, Darmono said that the task force will follow up court processes which have been allegedly manipulated by tax mafia.

"We're there to have closer observation," Darmono claimed.

The task force has collected countless data on the implementation of tax court including cases under processes.

Denny acknowledged that reports and queries have been submitted questioning on why 61 percent of tax payers win against the Directorate General of Taxes in the court.

Tax court officials also notified that more than 50 percent of representatives from the Customs and Excise Agency never attended the tax court sessions.

Selasa, 27 April 2010

BI Minta Sri Mulyani Segera Selesaikan Masalah Pajak Bank Syariah

detikfinance.com, Minggu 25 April 2010

Herdaru Purnomo


Jakarta - Bank Indonesia (BI) mendesak Kementerian Keuangan untuk segera menyelesaikan masalah kewajiban pajak berganda (double tax) bank-bank syariah. Seharusnya, sejak 1 April 2010 double tax sudah lagi tidak menjadi masalah bagi bank-bank syariah.

"Kewajiban pajak berganda terutang yang masih ditagih kepada bank-bank syariah sudah disampaikan kepada Kementerian Keuangan agar segera diselesaikan," ujar Deputi Gubernur Bank Indonesia Muliaman D Hadad kepada detikFinance di Jakarta, Minggu (25/04/2010).

Muliaman mengatakan, sesuai dengan undang-undang Nomor 42/2009 mengenai PPn yang berlaku pada 1 April 2010 masalah pajak bank syariah sudah seharusnya selesai.

"Maka, pajak tidak lagi jadi masalah karena pajak berganda sudah bisa diselesaikan sejak 1 April 2010 lalu," katanya.

Bank sentral juga memastikan masalah pajak yang melilit bank-bank syariah tidak akan terjadi lagi kedepan.

Sebelumnya, bank-bank syariah yang bernaung dibawah Asosiasi Bank-Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) memutuskan untuk menempuh jalur hukum terkait utang pajak yang masih ditagih oleh Direktorat Jenderal Pajak. Berdasarkan data Ditjen Pajak utang-utang-utang bank syariah mencapai Rp 400 miliar. (dru/epi)

Ditjen Pajak Tak Perlu Ganti Logo dan Slogan Untuk Perbaiki Citra

detikfinance.com, Senin 26 April 2010

Ramdhania El Hida


Jakarta - Kebijakan Direktorat Jenderal Pajak untuk mengganti logo dan slogan dinilai tidak efektif. Ditjen Pajak harusnya merangkul masyarakat secara proaktif dalam pengambilan beberapa kebijakan pajak guna mengembalikan citra baik Ditjen Pajak di mata masyarakat.

"Nggak penting-penting amat kalau mengubah logo atau slogan, yang penting itu didengar, jadi tahu maunya mereka seperti apa," ujar Pengamat Perpajakan Darussalam kepada detikFinance, Senin (26/4/2010).

Beberapa kasus korupsi yang menyeret pegawai pajak cukup mencoreng instansi ini di mata masyarakat. Darussalam menilai Ditjen Pajak perlu merangkul masyarakat dalam penentuan beberapa kebijakan strategis perpajakan agar masyarakat dengan sukarela menyerahkan sebagian pendapatannya guna membayar pajak.

"Penting untuk Ditjen Pajak mengubah sistem untuk lebih mendengar wajib pajak. Jadi wajib pajak dilibatkan, berdiskusi mengenai kebijakan," Darussalam.

Sejauh ini, Darussalam menilai fasilitas Kring 500200 yang disediakan Ditjen Pajak hanya merupakan fasilitas nonaktif yang hanya menunggu keluhan-keluhan wajib pajak yang datang ke pihaknya.

"Jadi harus ada diskusi yang sifatnya kebijakan strategis, bukan nunggu, tapi proaktif. Kring itu kan sifatnya nunggu," tegasnya. (nia/dnl) 

Target Penerimaan Pajak Dinaikkan Rp 9 Triliun di 2010

detikfinance.com, Senin 26 April 2010

Ramdhania El Hida


Jakarta - Pemerintah menyanggupi untuk meningkatkan penerimaan perpajakan Rp 9 triliun di 2010, ini akan dimasukkan dalam APBN Perubahan 2010. Penerimaan ini antara lain diperoleh dari penerimaan Pajak sebesar Rp 7 triliun dan penerimaan PPh Migas sebesar Rp 1,2 triliun. Kemudian penerimaan dari Bea dan Cukai sebesar Rp 0,8 triliun.

Menteri Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan pemerintah sanggup untuk mendorong penerimaan dari sisi perpajakan.

"Optimalisasi dan tambahan masuk antara lain melalui extra effort Rp 2,3 triliun, penerimaan cukai yang berasal dari minuman mengandung etil alkohol (MMEA) sebesar Rp 1 triliun, dan pajak ditanggung pemerintah sebesar Rp 2,1 triliun," ujarnya dalam Rapat Kerja Optimalisasi Penerimaan Negara dengan Komisi XI dengan pemerintah, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (26/4/2010).

Rincian peningkatan penerimaan perpajak tersebut adalah:

  * Penerimaan Pajak menjadi Rp 640,4 triliun
  * Penerimaan Bea dan Cukai Rp 82 triliun
  * Penerimaan PPh Migas menjadi 55,8 triliun

Kepastian tersebut didapatkan dengan asumsi pertumbuhan ekonomi di 2010 sebesar 5,8%, inflasi 5,3%, nilai Rp 9.300 per dolar AS, harga minyak US$ 80 per barel, dan lifting minyak 965 ribu barel per tahun.

Penerimaan yang berasal dari pajak ditanggung pemerintah adalah berasal dari tunggakan pajak PPN bank syariah dari transaksi murabaha dan tunggakan pajak BUMN yang tidak mampu membayarnya.

Jadi, secara total, penerimaan dari sisi perpajakan akan menjadi Rp 744,3 triliun dari posisi semula pada RAPBN-P 2010 yang diajukan pemerintah kepada DPR RI sebesar Rp 733,2 triliun. Untuk itu, rasio pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) menjadi 11,9% dari posisi semula 11,7%. Hal ini masih di bawah permintaan DPR yang menuntut rasio pajak sebesar 13,5%.

Namun, Hatta mengatakan, pendapatan ini dapat tergerus jika asumsi rupiah berubah dari asumsi yang disepakati Komisi XI yaitu Rp 9.300 per dolar AS menjadi Rp 9.200 per dolar AS. Padahal, Panitia Kerja Badan Anggaran DPR telah menyepakati nilai tukar rupiah menjadi Rp 9.200 per dolar AS.

Sayangnya Hatta tak mau menyebutkan potensi penggerusan bila asumsi nilai tukar rupiah disepakati menjadi Rp 9.200 per dolar AS.

"Yang jelas tidak akan terlalu besar. Nanti dari sisi pajak akan tergerus. Cuma kita lihat hal-hal yang berkenaan dengan trade (expor impor)," ujarnya.

Pembahasan di lingkungan Badan Anggaran DPR RI hingga saat ini masih menunggu asumsi makro yang lain. Keempat asumsi makro sudah disepakati oleh Panja Banggar.

Tinggal dua asumsi lagi yang akan dibahas di lingkungan Panja Banggar, yaitu lifting minyak dan ICP. Komisi VII dan pemerintah telah menyepakati untuk lifting minyak sebesar 965 ribu barel per tahun dan ICP US$ 80 per barel.

(nia/dnl)

Rabu, 21 April 2010

Ditjen Pajak Turunkan Kitsda Tangani Kasus Pajak di Surabaya

mediaindonesia.com, Selasa 20 April 2010

JAKARTA - Direktorat Kepatuhan dan Transformasi Sumber Daya Aparatur (Kitsda) dipastikan turun tangan untuk ungkap kasus sindikat penggelapan pajak di Surabaya.


Hal tersebut diungkapkan oleh Dirjen Pajak Mochammad Tjiptardjo seusai mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi XI DPR RI, Selasa (20/4).

''Kitsda turun, Itjen, dan Komwas Perpajakan turun,'' kata dia. Disinyalir terdapat tiga orang petinggi Kantor Wilayah (Kanwil) Dirjen Pajak Jatim I Surabaya diduga terlibat jaringan mafia penggelapan pajak.

Seperti yang telah diketahui, tiga pejabat tersebut diantaranya adalah bagian kepala seksi (Kasi) Pengolahan Data Pajak serta posisi vital lainnya yakni Bagian Teknologi dan Informasi di kantor layanan pajak tersebut.  

Untuk menguak masalah itu, polisi membentuk tim gabungan dari Polwiltabes Surabaya, Polda Jatim dan Dirjen Pajak. Bahkan, Polwiltabes tengah melakukan pencarian oknum-oknum pajak yang diduga terlibat. Tjiptardjo menyatakan memang tidak tertutup kemungkinan ada oknum pajak yang turut terlibat jaringan mafia pajak. ''Boleh jadi, di pengembangan kita bekerja sama dengan polisi,'' cetus dia.

Tjiptardjo mengaku hingga saat ini belum mendapat laporan langsung dari Kanwil Pajak Surabaya terkait terkuaknya kasus mafia pajak tersebut. Namun, pihaknya justru mendapat informasi dari Polwiltabes Surabaya.

Menurutnya, sistem pajak di Surabaya sebenarnya sudah berlangsung cukup bagus. Bahkan, sistem pengawasan pajak pun sebenarnya sudah jalan. ''Itu (kasus Surabaya) terungkap karena ada kasus yang mendeteksi ada wajib pajak yang sudah bayar tapi tetap dikasih SP (Surat Penagihan),'' jelasnya. (Rrn/OL-03)

Selasa, 20 April 2010

Rp 30,8 Triliun dari Wajib Pajak Bermasalah

antaranews.com, Selasa 10 April 2010

Jakarta - Dirjen Pajak Mochamad Tjiptardjo mengatakan bahwa dalam tiga bulan ke depan Ditjen Pajak berpotensi mendapatkan penerimaan tambahan sebesar Rp30 triliun yang berasal dari penyelesaian wajib pajak bermasalah.


Ditjen Pajak akan melakukan berbagai upaya untuk menarik penerimaan dari wajib pajak bermasalah itu diantaranya dengan mengeluarkan imbauan atau intensifikasi.

"Kita perkirakan dalam tiga bulan, kami (Ditjen Pajak) akan dapat Rp30,8 triliun. Ini imbauan jadi harus pelan-pelan," katanya dalam rapat dengar pendapat Komisi XI DPR di Jakarta, Selasa.

Langkah lainnya, menurut Tjiptardjo, antara lain ekstensifikasi, law enforcement, pemeriksaan dan penindakan, dan penyidikan.

Upaya ekstensifikasi akan menyumbang pemasukan sebesar sekitar Rp2,3 triliun, law enforcement sebesar Rp15,4 triliun, pemeriksaan sebesar Rp7 triliun, dan penyidikan sekitar Rp3,3 triliun.

"Untuk penindakan dan pemeriksaan diperkirakan bisa sampai Rp7 triliun. Ini penghasilan fresh money, tidak termasuk sengketa yang biasanya adalah pemindahbukuan," katanya.

Ia menyebutkan bahwa pencairan dari tagihan pajak tahun 2010 ini hanya bisa dicairkan sebesar 30,9 persen saja atau berpotensi Rp15,4 triliun.

"Ini juga fresh money yang bisa ditagih," katanya.

Penerimaan Cukai Rokok Akan Turun Jadi Rp55,78 Triliun

ecomony.okezone.com, Selasa 20 April 2010

Andina Meryani

JAKARTA - Badan Kebijakan Fiskal (BKF) memperhitungkan volume produksi rokok 2010 akan menurun dari 261,0 miliar batang dalam APBN 2010 menjadi 248,4 miliar batang dalam RAPBN-P 2010.


Adapun penurunan ini sejalan dengan rencana implementasi Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) pengendalian dampak produk hasil termbakau. Demikian disampaikan Kepala Kebijakan Fiskal Anggito Abimanyu dalam Rapat Dengar Pendapat di Komisi XI DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (20/4/2010).

Dengan demikian, penerimaan negara dari cukai rokok diperkirakan akan turun dari Rp55,92 triliun pada APBN 2010 menjadi Rp55,789 triliun. Sementara itu, dari sisi tarif, pemerintah mengambil kebijakan dengan menaikkan tarif semua jenis rokok.

Tarif rata-rata rokok Sigaret Kretek Mesin (SKM) yang pada APBN 2010 dipatok Rp263,1 per batang dinaikkan menjadi Rp266,0 per batang dalam RAPBN-P 2010.

Adapun tarif rata-rata rokok Sigaret Putih Mesin (SPM) naik dari Rp204,5 menjadi Rp246,2 per batang dan rokok Sigaret Kretek Tangan (SKT) naik dari Rp135,3 menjadi Rp151,9 per batang.
(ade)

Bongkar Gayus Baru, Pembayar Pajak ke DPR

politik.vivanews.com, Selasa 20 April 2010

Siang ini, Asosiasi Pembayar Pajak menemui Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat. Mereka akan membeberkan aksi mafia pajak beserta dokumen bukti di depan para anggota Komisi Hukum itu.


Rombongan Asosiasi ini dipimpin langsung Ketua Umumnya, Hermanto, dan Sekretaris Jenderal Sasmito Hadinagoro. Ikut pula ekonom Ichsanuddin Noorsyi.

"Kami diundang Komisi III dalam kaitan mafia pajak," kata Sasmito. "Kami ingin Komisi III betul-betul mengusut big fish siapa di balik mafia pajak," ujar Sasmito sebelum pertemuan, Selasa 20 April 2010.

Sasmito mengharapkan pengusutan dilakukan secara konkrit, agar pembayar pajak yang beritikad baik ada kontribusinya. Apalagi lebih dari 60 persen belanja negara dibiayai dari pajak.

"Dalam kesempatan ini, nanti saya tidak bicara mengenai Gayus dan Markus kecil, tapi kongkalingkong yang lebih besar," katanya.

"Nggak akan membicarakan berkas saja, tapi juga dokumen kasus yang perlu diperiksa penegak hukum supaya nanti bisa diklarifikasi," ujarnya. "Nanti kita akan memberi data ke Komisi III," kata Sasmito. (umi)

Rekor "Tax Ratio" Hanya 13,3 Persen

kompas.com, Selasa 20 April 2010

JAKARTA - Rasio penerimaan pajak atau tax ratio tertinggi yang pernah dicapai Indonesia sebesar 13,3 persen dari PDB (produk domestik bruto). Rekor ini dicapai pada 2008 lalu yang tercatat dalam enam tahun kebelakang.


Demikian disampaikan Kepala Badan Kebijakan Fiskal Anggito Abimanyu, di sela-sela Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi XI DPR, Jakarta, Selasa ( 20/4/2010 ).

"Tax ratio ini belum pernah kita capai lagi setelah itu," kata Anggito.

Anggito mengatakan tingginya tax ratio ini karena pada saat itu harga-harga komiditas sangat tinggi sekali. 

Berdasarkan data BKF, kata Anggito, secara berturut-turut sejak 2004 tax ratio tercatat 12,2 persen. Tahun 2005 sebesar 12,5 persen, tahun 2006 sebesar 12,3 persen, tahun 2007 sebesar 12,4 persen, tahun 2008 sebesar 13,3 persen, tahun 2009 sebesar 12,1 persen.

Dalam APBN 2010 , tercatat tax ratio sebesar 12,4 persen dan dalam RAPBN-P 2010, pemerintah mengajukan tax ratio sebesar 11,7 persen. "Kami dalam APBN-P 2010 ini mengajukan tax ratio turun menjadi 11,7 persen, karena baseline penerimaan pajak kita pada 2009 lalu turun," kata dia. 

Seperti diketahui bahwa Anggota Dewan Komisi XI menuntut pemerintah agar bisa menaikkan tax ratio tahun ini menjadi 16 persen. Namun demikian pemerintah tetap bersikukuh, bahwa tax ratio ini belum bisa diwujudkan karena dianggap terlalu berat.

Senin, 19 April 2010

UU Perpajakan Buka Peluang Kompromi

kompas.com, Senin, 19 April 2010

Inggried Dwi Wedhaswary

JAKARTA - Revisi terhadap Undang-undang yang mengatur tentang perpajakan mengemuka seiring terbongkarnya dugaan mafia kasus yang bersarang di lembaga pengumpul uang rakyat itu. Anggota Komisi Hukum Nasional, Frans Hendra Winarta sepakat, terdapat beberapa ketentuan dalam UU Pengadilan Pajak maupun UU Ketentuan Umum Tata Cara Perpajakan yang harus direvisi. Salah satunya ketentuan mengenai aturan bayar bagi wajib pajak yang kalah dalam banding pajak.

Aturan itu diatur dalam pasal 27 ayat (5d) UU Nomor 28 tahun 2007 mengenai Ketentuan Umum Tata Cara Perpajakan. Pasal tersebut pada intinya berbunyi, "Dalam hal permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian, wajib pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 100 persen dari jumlah pajak berdasarkan putusan banding dikurangi dengan pembayaran pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan".

"Ketentuan ini membuat shock para wajib pajak untuk mengajukan banding atas keberatan pajak. Bayangkan, kalau tagihan pajaknya 1 triliun misalnya, kemudian dia mengajukan banding karena keberatan dengan jumlah yang dibayarkan. Kalau kalah dibanding, dia akan kena bayar 2 triliun. Siapa yang mau?" kata anggota Komisi Hukum Nasional, Frams Hendra Winarta, Senin (19/4/2010), di Jakarta.

Frans menambahkan, ketentuan seperti ini membuka peluang kompromi yang dimanfaatkan oleh oknum-oknum pajak yang "nakal" untuk mengkongkalikong wajib pajak. "UU tentang perpajakan ini banyak bolong-bolongnya sehingga digunakan sebagai celah kompromi," ujarnya.

Alhasil, tak heran jika dalam sengketa perpajakan yang diselesaikan melalui Pengadilan Pajak, sebagian besar didominasi kemenangan wajib pajak. Hal ini, diduga karena adanya kompromi dengan oknum-oknum tertentu agar wajib pajak dimenangkan dan dia membayar jumlah yang lebih kecil. Namun, untuk itu ada "fee" yang dikeluarkannya.

Banding oleh wajib pajak dapat diajukan jika tak puas terhadap keputusan keberatan pajak. "Secara umum, sebenarnya UU ini sudah cukup bagus. Hanya, perlu direvisi untuk beberapa pasal saja. Dan yang paling penting adalah menata masalah mentalitas dan integritas orang-orangnya," kata Frans.

Polisi Buru 3 Pegawai Dirjen Pajak Jatim

nasional.vivanews.com, Senin 19 April 2010

VIVAnews - Polwiltabes Surabaya kembali memburu tiga orang pegawai Dirjen Pajak Kanwil Jatim I Surabaya. Ketiganya diduga ikut bersekongkol dalam kejahatan melakukan penggelapan uang pajak. 


"Tadi malam kita sudah mendapati ke tiga orang itu, tapi saat ini mereka menghilang," kata Kapolwiltabes Surabaya Kombespol Ike Edwin, Senin 19 April 2010.

Tanpa memberikan inisial dan menerangkan bekerja di bagian apa, orang pertama di jajaran Kepolisian Kota Surabaya itu memastikan ketiganya bekerja di Dirjen Pajak Kanwil Jatim I Surabaya.

"Nanti saja kalau sudah tertangkap, mereka masih diburu polisi nanti malah membuyarkan penyidikan," lanjut Kombespol Ike .

Sebelumnya, pada tanggal 5 dan 8 Maret 2010 polisi menangkap 10 orang anggota sindikat pemalsu berbagai dokumen pajak di Surabaya. Serta menggelapkan ratusan juta uang milik Dirjen Pajak Kanwil Jatim I Surabaya, dan para wajib pajak lainnya. 

Tiga orang diantaranya adalah pegawai di Dirjen Pajak Kanwil Jatim I Surabaya di Jl Jagir Surabaya. Mereka adalah Enang Yahyo Untoro (38), warga Jl Simo Gunung IV No 1, Surabaya dan Siswanto (35) warga Jl Taman Pondok Legi, IV H No 20, Waru, Sidoarjo. Keduanya eks bagian Cleaning Cervice. Serta Suhertanto alias Tanto (33) PNS Dirjen Pajak, tinggal di Jl Bratang Gede U E No 4, Surabaya.
 
Dan yang lainnya adalah, Fathan (45) warga Jl Medayu Utara XIII No 53, Surabaya. Iwan Rosyidi (28) warga Jl Tropodo I 249, Sidoarjo. Mochamad Mutarozikin (33) warga Jl Mutiara Blok 63 No 24, Perumahan Driyorejo, Gresik. Gatot Budi Sambodo (42) warga Jl Dinoyo Langgar V, Surabaya. Herlius Widhia Kembara (28) warga Jl Gung Anyar V, Surabaya. Totok Suratman (37) warga Jl Kalidami No 9, Surabaya. M Soni (35) warga Jl Kendangsari XI No 25, Surabaya

Atas pelanggaran itu polisi menetapkan jerat pasal 372 dan 263 (2) KUHP Jo 55 KUHP dengan sanksi hukuman masing-masing 4 tahun untuk pasal 372 dan 6 tahun penjara untuk pasal 263.(ein)

Laporan: Tudji Martudji | Surabaya 

Pegawai Pajak Surabaya Lakukan Penipuan Rp 912 Juta

detikfinance.com, Senin 19 April 2010

Angga Aliya


Jakarta - Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak menemukan ada tujuh pelaku dalam rekayasa Surat Setoran Pajak (SSP) pajak di Surabaya beberapa waktu yang lalu. Kerugian negara atas kasus tersebut saat ini ditengarai sebanyak Rp 912 juta. Salah satu pelakunya adalah aparat pajak Surabaya.

Menurut Direktur Intelijen Ditjen Pajak Pontas Pane, saat ini keenam pelaku tengah ditangani polisi. Pelaku akan segera diproses proses secara pidana karena temuan ini tidak hanya menyangkut masalah administrasi pajak.

"Ini kan motifnya merekayasa, jadi kasus penipuan," katanya di kantornya, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Senin (19/4/2010).

Ia mengatakan, modus keenam pelaku tersebut adalah berpura-pura menjadi konsultan pajak dan melakukan kerjasama terselubung dengan aparat pajak yang menjadi satu pelaku lainnya.

Karena ulah konsultan pajak abal-abal ini, kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 912 juta. Pelaku melakukan penipuan dengan membuat SSP palsu.

"Sekarang jumlahnya masih diteliti, kemungkinan masih bertambah," jelasnya.

Salah satu diantara pelaku adalah pegawai pajak di KPP Wonocolo. Menurutnya, saat ini aparat Ditjen Pajak tersebut sudah dinonaktifkan untuk keperluan penyidikan polisi.

"Nanti kalau terbukti sudah vonis di pengadilan akan kita berhentikan dengan tidak hormat," ujarnya.

Ia menambahkan, temuan Ditjen Pajak itu berawal dari penyelidikan sistem pajak yang menemukan adanya kejanggalan SSP. Temuan itu diperkuat dengan laporan wajib pajak yang merasa ditangani konsultan tak resmi.

(ang/dnl)

BPK Temukan Kerugian Negara dari Pajak Rp 96 Triliun

detikfinance.com, Senin 19 April 2010

Herdaru Purnomo


Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) akan menelusuri beberapa Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPP) yang menangani wajib pajak besar. Karena dalam hasil pemeriksaan BPK atas penerimaan pajak dan kegiatan operasional tahun ang­garan 2008 dan 2009, ditemukan potensi ke­rugian negara di Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar Satu (Ja­lan Medan Merdeka Timur 16, Jakarta) hing­ga Rp 96 trili­un.

"Kita akan nanti juga akan melihat KPP-KPP besar yang berpotensi merugikan negara dalam audit kinerja nanti," demikian dikatakan oleh Auditor Utama Keuangan Negara II BPK Syafrie Adnan Baharudin di Gedung DPD-RI, Jakarta, Senin (19/04/2010).

Ia menjelaskan, BPK lebih dulu akan melihat KPP-KPP mana saja yang potensi penerimaannya besar. "Setelah itu rencananya akan ditindaklanjuti melalui audit kinerja tersebut," tuturnya.

Dalam laporan hasil pemeriksaan BPK atas penerimaan pajak dan kegiatan operasional tahun ang­garan 2008 dan 2009 dikatakan, KPP Wajib Pajak Besar Satu belum melakukan tindak lanjut secara optimal atas potensi penerimaan pajak maksimal sebesar Rp 96,91 triliun dari selisih peredaran usaha PPN dan PPh pada 2007 dan 2008. Ini mengakibatkan peredaran usaha yang dilaporkan tidak dapat diyakini kebenarannya. Potensi penerimaan pajak yang bisa digali dari selisih peredaran usaha belum dapat direalisasikan.

BPK menilai potensi kerugian negara tersebut sebagai akibat dari ke­lemahan sistem pe­ngen­dalian in­ternal pada kegiatan ope­rasional di Kantor Pe­­layanan Pajak (KPP) Wajib Pajak Besar Satu pa­da tahun anggaran 2008 dan 2009. Namun BPK juga menyatakan hal ini masih harus diteliti, diuji, dan didalami di mana dari hasil pe­nelitian tersebut dapat saja di­sim­pulkan tidak terdapat potensi PPh dan PPN. (dru/dnl)

BPK Pesimistis Tax Ratio Bisa 16% di 2010

detikfinance.com, Senin 19 April 2010

Herdaru Purnomo


Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pesimistis pemerintah dapat mencapai tingkat rasio pajak (tax ratio) sebesar 16% dari PDB. Auditor negara berpendapat perlunya usaha keras dan disiplin ketat di semua lini agar tax ratio bisa ditingkatkan.

Demikian dikatakan oleh Auditor Utama Keuangan Negara II BPK Syafrie Adnan Baharudin di Gedung DPD-RI, Jakarta, Senin (19/04/2010).

"Itu (tax ratio 16%) memang susah kecuali disiplin diperketat semua, betul-betul efisien, dan internal Ditjen Pajak juga diperbaiki, Insya Allah bisa," ujarnya.

Syafri mengatakan memang agak sulit bagi pemerintah untuk bisa mencapai tax ratio sebesar 16% sebelum dilakukannya perbaikan sistem administrasi perpajakan secara umum. "Khususnya perbaikan di internal Ditjen Pajak," tuturnya.

Menurut Syafri sebenarnya pemerintah mempunyai potensi penerimaan pajak yang besar yang seharusnya bisa mendongkrak kenaikan tax ratio. Namun, potensi tersebut belum dioptimalkan oleh Ditjen Pajak akibat rendahnya sistem pengendalian internal di lingkungan Ditjen Pajak.

Melalui audit kinerja nanti Syafri mengungkapkan BPK akan melihat potensi penerimaan negara yang belum secara optimal ditingkatkan.

"Hitung-hitungan kita adalah dengan melihat berapa wajib pajak di wilayahnya dan berapa piutang pajaknya," tandasnya.
(dru/dnl) 

BPK Pesimistis Tax Ratio Bisa 16% di 2010

detikfinance.com, Senin 19 April 2010

Herdaru Purnomo


Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pesimistis pemerintah dapat mencapai tingkat rasio pajak (tax ratio) sebesar 16% dari PDB. Auditor negara berpendapat perlunya usaha keras dan disiplin ketat di semua lini agar tax ratio bisa ditingkatkan.

Demikian dikatakan oleh Auditor Utama Keuangan Negara II BPK Syafrie Adnan Baharudin di Gedung DPD-RI, Jakarta, Senin (19/04/2010).

"Itu (tax ratio 16%) memang susah kecuali disiplin diperketat semua, betul-betul efisien, dan internal Ditjen Pajak juga diperbaiki, Insya Allah bisa," ujarnya.

Syafri mengatakan memang agak sulit bagi pemerintah untuk bisa mencapai tax ratio sebesar 16% sebelum dilakukannya perbaikan sistem administrasi perpajakan secara umum. "Khususnya perbaikan di internal Ditjen Pajak," tuturnya.

Menurut Syafri sebenarnya pemerintah mempunyai potensi penerimaan pajak yang besar yang seharusnya bisa mendongkrak kenaikan tax ratio. Namun, potensi tersebut belum dioptimalkan oleh Ditjen Pajak akibat rendahnya sistem pengendalian internal di lingkungan Ditjen Pajak.

Melalui audit kinerja nanti Syafri mengungkapkan BPK akan melihat potensi penerimaan negara yang belum secara optimal ditingkatkan.

"Hitung-hitungan kita adalah dengan melihat berapa wajib pajak di wilayahnya dan berapa piutang pajaknya," tandasnya.
(dru/dnl) 

Minggu, 18 April 2010

Konsultan pajak liar akan ditertibkan

bisnis.com, Minggu 18 April 2010

Achmad Aris

JAKARTA: Direktur Jenderal Pajak akan menertibkan konsultan pajak liar guna meminimalkan praktik makelar kasus pajak seperti yang terjadi dalam kasus Gayus Tambunan.

Sumber Bisnis.com di Kementerian Keuangan mengungkapkan saat ini Menteri Keuangan tengah menyiapkan PMK tentang konsultan pajak.

“Konsultan pajak liar yang akan ditertibkan adalah konsultan pajak yang bukan anggota IKPI atau asosiasi yang resmi diakui pemerintah, dan konsultan yang tidak punya brevet A/B/C,” katanya kepada Bisnis.com akhir pekan lalu.

Dia menjelaskan penertiban tersebut dilakukan agar para konsultan tersebut masuk ke dalam jaringan supervisi Kementerian Keuangan sehingga mudah pengawasannya. “Selama ini mereka tidak mau mendaftarkan diri, dan jadilah Gayus-Gayus baru yang gentayangan di lapangan tanpa terdeteksi dan menggoda para markus pajak,” jelasnya.

Sumber itu mengungkapkan salah satu ketentuan yang akan diatur dalam PMK itu adalah seorang konsultan pajak nantinya hanya diperbolehkan memegang satu wajib pajak yang sama dalam kurun waktu tiga tahun. “Kami akan samakan ini dengan ketentuan yang sudah berlaku di profesi akuntan,” tuturnya.

Direktur Jenderal Pajak Mochamad Tjiptardjo tidak membantah perihal rencana penertiban konsultan pajak tersebut. “Semua lini kami sempurnakan. Kami lihat apa yang kurang sempurna ya kami sempurnakan,” katanya singkat. (ln)

7 Atasan Gayus Hanya Dimutasi

detikfinance.com, Sabtu 17 April 2010

Ramdhania El Hida

Jakarta - Setelah sekitar sebulan menjalani penyidikan terkait kasus Markus Pajak yang menyeret bawahannya di Ditjen Pajak, 7 dari 10 atasan Gayus Tamunan dimutasi. Sedangkan untuk 2 atasan lainnya masih dinonaktifkan.

"Jadi 10 orang atasannya Gayus telah dibebastugaskan, tetapi 7 orang kini dimutasi ke tempat lain yang 3 lagi di-nonjob-kan (dibebastugaskan)," ujar Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan Hekinus Manao, saat dihubungi detikfinance, Jumat (16/4/2010).

Perbedaan perlakuan yang diputuskan sekitar minggu lalu tersebut, lanjut Hekinus, dengan alasan tingkat keterlibatan. Namun, Hekinus belum bisa memastikan, bahwa ketiga orang yang masih dinonaktifkan tersebut sudah ditetapkan sebagai tersangka.

"Jadi itu karena tingkat keterlibatannya. Yang masih dinonaktifkan itu BHI (Bambang Heru Ismiarso/Mantan Direktur Keberatan dan Banding) dan 2 Kasubbid. Tapi belum tentu terkait juga, itu karena hanya pertanggungjawaban tugas," ujarnya.

Sedangkan ketujuh atasan Gayus yang dimutasi, ujar Hekinus, dipindahkan ke bagian lain di luar bagian Direktorat Keberatan dan Banding dan ditempatkan di luar kota.

"Mereka dimutasi ke bidang yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaannya dulu. Di luar Jakarta, tapi dibiarkan tidak terlalu jauh untuk tidak sulit jika mereka dipanggil kembali untuk pemeriksaan," tegasnya.

Bea Cukai Dapat Setoran Rp 23,493 Triliun

detikfinance.com, Sabtu 17 April 2010

Wahyu Daniel

Jakarta - Sampai dengan 15 April 2010, total penerimaan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mencapai Rp 23,493 triliun atau 28,82% dari target penerimaan Bea dan Cukai di tahun 2010 yang sebesar Rp 81,492 triliun.

Demikian data dari Ditjen Bea dan Cukai yang dikutip detikFinance, Sabtu (17/4/2010).

Realisasi penerimaan bea masuk sampai dengan 15 April 2010 mencapai Rp 5,107 triliun atau 30,8% dari target dalam APBN 2010 yang sebesar Rp 16,569 triliun. Kemudian realisasi penerimaan bea keluar baru mencapai Rp 684,1 miliar atau 8,96% dari target APBN 2010 yang sebesar Rp 7,633 triliun.

Lalu yang terakhir, realisasi penerimaan cukai mencapai Rp 18,385 triliun atau 32,09% dari target APBN 2010 yang sebesar Rp 57,289 triliun.

(dnl/dnl)

Pegawai Pajak Tak Tepat Di-outsourcing-kan

okezone.com, Jum'at 16 April 2010
Andina Meryani

JAKARTA - Usulan agar Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak dipisahkan dari Kementerian Keuangan dinilai sebagai langkah yang tidak tepat.

Ekonom Danareksa Purbaya Yudhi Sadewa menilai, usulan tersebut justru bisa membuat keadaan semakin parah. Pasalnya, dalam kondisi saat ini Ditjen Pajak masih memiliki majikan saja kondisinya masih sulit dikendalikan, apalagi kalau dilepaskan nanti ibarat memberi sayap kepada harimau, dan semakin tidak terkendali.

"Pegawai pajak outsourcing itu bisa lebih parah lagi. Sekarang masih ada majikan saja masih agak sulit terkendali. Kalau jadi lembaga setingkat menteri, itu akan sulit lagi. Kalau melepaskan pajak dari Kementerian Keuangan agak sulit, mereka sama seperti memberi sayap ke harimau, bisa jadi lebih merajalela," ujarnya saat ditemui di Kantor Menko Perekonomian, Jalan Lapangan Banteng, Jakarta, Jumat (16/4/2010).

Sementara itu, terkait dengan usulan agar pegawai Ditjen Pajak memperoleh hal-hal yang diperoleh pegawai BI, menurutnya dalam hal tersebut tidak perlu dilakukan dalam waktu dekat.

"Pajak kalau diberi independensi seperti BI, itu seperti memberikan reward kepada yang salah. Semua bisa-bisa akan berbuat seperti Gayus. itu tidak masuk akal bagi saya. Kalau salah hukum dulu, kalau udah baik baru menuju kearah sana. Selama ini mereka bilang udah transparan," tandasnya.

Sebelumnya, anggota Komisi XI DPR RI dari fraksi Golkar Nusron Wahid menyarankan, untuk sementara pengelolaan pajak dilakukan oleh badan di luar Ditjen Pajak atau secara outsourcing.

Hal tersebut diungkapkan terkait dengan maraknya masalah penyelewengan pajak yang menyebabkan Ditjen Pajak berkilah tidak mampu mencapai target penerimaan pajak yang dibebankan APBN dan bukan karena disebabkan oleh kondisi makro yang kurang baik.

Bahkan, dirinya menantang Dirjen Pajak M Tjiptardjo untuk serius memberantas mafia pajak seperti Gayus, dan berani menetapkan tax ratio terhadap PDB jauh di atas tax ratio saat ini yaitu 16 persen.

"Jadi kita putuskan kalau betul-betul niat berantas Gayus, tetapkan pada saat ini juga tax ratio pajak 16 persen. Kalau tidak bisa, di-outsourcing-kan saja pajak agar target tercapai. Kita anggurkan dulu Ditjen pajak kalau begitu," tegasnya beberapa waktu lalu.

Menurutnya, tax ratio yang ditetapkan pemerintah saat ini sekira 12,4 persen dari PDB masihlah sangat rendah, bahkan dibanding dengan negara-negara yang kondisinya lebih miskin dibandingkan Indonesia.

Untuk itu, dirinya pun mengusulkan agar outsourcing tersebut dilakukan terhadap perusahaan lokal maupun asing melalui sistem lelang, namun tetap aturan terkait penerimaan pajak harus dilakukan melalui Kementerian Keuangan.

"Kalau bisa ditangani pihak ketiga saja melalui bidding, baik asing atau swasta untuk melakukan pemungutan pajak. Kementerian Keuangan yang buat bidding siapa yang bisa membuat tawaran tax ratio 16 persen, nanti siapa yang lebih tinggi dari itu yang bisa jadi pemenangnya untuk mengelola pemungutan pajak," jelasnya.
(wdi)

Dirjen Pajak Diminta Mohon Maaf!

okezone.com, Kamis 15 April 2010
Andina Meryani

JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Golkar Nusron Wahid meminta Dirjen Pajak M Tjiptardjo untuk meminta maaf kepada umat Islam.

Menurutnya, hal tersebut dipicu oleh penyataan Dirjen Pajak di sebuah majalah nasional yang meminta masyarakat untuk memaklumi adanya kebocoran di institusinya, dan menyamakan tindakan Gayus sebagai kekhilafan yang hampir sama dilakukan oleh kiai.

"Seminggu ini saya banyak tamu, SMS dan telepon terus masuk. Semua itu meminta DPR untuk mendesak Dirjen Pajak mencabut pernyataannya di dan memohon maaf kepada umat Islam karena Pak Tjiptardjo pernah memohon pemakluman kepada masyarakat atas perbuatan Gayus," ujarnya saat rapat kerja pembahasan APBN-P 2010 dengan Komisi XI, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (15/4/2010).

Permintaan pemakluman yang dimohonkan oleh Dirjen Pajak atas sikap Gayus tersebut menuai protes banyak umat Islam karena Gayus disamakan dengan imannya seorang kiai yang naik turun. "Tjiptardjo menyamakan Gayus dengan iman seorang kiai yang kadang naik turun," tuturnya.

Lebih lanjut, dia menyebutkan bahwa kemungkinan besar besok akan terjadi demonstrasi besar-besaran di Direktorat Jenderal Pajak. Untuk itu dia berharap Dirjen Pajak meminta maaf sebelum terjadi hal yang tidak diinginkan seperti tragedi Priok, kemarin. "Sebelum terjadi kasus Priok kedua, maka Tjiptardjo harus meminta maaf," tandasnya.

Nusron menyampaikan hal tersebut kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani yang merupakan atasan Dirjen Pajak karena dalam rapat kerja sebelumnya Dirjen Pajak M Tjiptardjo tidak hadir. Namun, dalam kesempatan kali ini Tjip terlihat datang terlambat usai pernyataan Nusron dan duduk bersebelahan dengan Dirjen Bea dan Cukai, Thomas Sugijata.
(ade)

Kamis, 15 April 2010

Jangan Lagi Mau Bayar PPN 10% Saat Makan di Restoran

detik.finance.com, Kamis 15 April 2010

Wahyu Daniel


Jakarta - Mulai 1 April 2010, UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) yang baru mulai berlaku. Salah satu isi UU bernomor 42 Tahun 2009 ini adalah pembebasan PPN pada makanan dan minuman yang dibeli di hotel, restoran, rumah makan, warung dan sejenisnya.

Demikian isi pasar 4A UU No,42 Tahun 2009 yang dikutip detikFinance, Kamis (15/4/2010).

Jadi mulai saat ini, para konsumen yang membeli makanan dan minuman di restoran jangan mau lagi membayar PPN kepada penjual. Karena dalam UU baru, sudah tidak ada lagi PPN yang dikenakan.

Salah seorang pembaca detikFinance, bercerita meskipun UU PPN dan PPnBM ini sudah mulai berlaku, namun masih ada restoran atau rumah makan yang bandel mengenakan tarif PPN kepada konsumen.

"Jangan mau dibohongi sama penjualnya. Sayangnya sampai hari ini berdasarkan pengalaman, PPN masih dikenakan ke pembeli, entah karena penjualnya tidak tahu tentang UU baru ini atau pura-pura tidak tahu," kisah pembaca tersebut.

Di dalam pasal 4A UU PPN dan PPnBM baru ini beberapa jenis barang yang bebas PPN adalah:
  • Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya;
  • Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak;
  • Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering; dan
  • Uang, emas batangan, dan surat berharga.
(dnl/qom)

Panggil Pegawai Pajak, DPR Malah Debat RDP Pajak

economy.okezone.com, Kamis 15 April 2010
Andina Meryani

JAKARTA - Rapat Dengar Pendapat Panitia Kerja (Panja) Perpajakan diputuskan untuk dibagi dalam dua sesi, yaitu terbuka dan tertutup untuk umum.

RDP yang hanya dihadiri oleh 11 orang anggota panja termasuk Ketua Panja Perpajakan Melchias Markus Mekeng tersebut memperdebatkan mekanisme rapat, apakah akan dilakukan secara terbuka atau tertutup untuk umum.

Anggota Panja Muhamad Ikhlas Qudsi mengusulkan agar rapat kali ini dilakukan secara tertutup untuk menghindari terbukanya informasi secara luas terkait nama dan jabatan pihak-pihak yang diduga terlibat. Sementara itu, anggota panja lainnya yang Murady mengusulkan sebaliknya, sebagai keterbukaan informasi kepada publik.

Untuk menengahi kedua kubu yang pro dan kontra dalam rapat terbuka, maka anggota panja Sadar Subagyo melakukan usulan yang menengahi kedua kepentingan.

Dia menyarankan, agar rapat dibagi menjadi dua sesi di mana sesi pertama bersifat terbuka yang menjelaskan mekanisme keberatan dan banding pajak, dan yang sesi kedua bersifat tertutup karena anggota panja akan mengajukan sejumlah pertanyaan yang bersifat spesifik yang kemungkinan untuk meminta daftar nama dan jabatan pihak-pihak yang terlibat.

"Saya usul rapat terbuka separuh untuk paparan, rapat tertutup untuk mulai pendalaman pertanyaan-pertanyaan," ujar Sadar, di Ruang Rapat Komisi XI DPR RI, Senayan, Kamis (15/4/2010).

Salah satu pegawai Ditjen Pajak nonaktif Bambang Heru Ismiarso menyampaikan pihaknya tidak punya pilihan untuk meminta mekanisme rapat yang digunakan dan menyerahkan pada keputusan anggota dewan.

"Kami serahkan pada dewan, kami tidak punya pilihan," ujar Bambang, sebagai narasumber yang diundang Panja. Akhirnya, Ketua Panja Melchias Markus Mekeng memutuskan untuk membuka rapat untuk mendengarkan penjelasan teknis dan rapat tertutup setelah masuk pada sesi pendalaman.

"Kalau sesuai tatib DPR, semua rapat terbuka, tapi juga sesuai keputusan dari masing-masing fraksi, tapi kalau ada rahasia kami bilang tertutup, tapi kalau berupa kebijakan kami bilang terbuka," ujarnya.

RDP akhirnya dibuka dengan paparan teknis terkait mekanisme keberatan dan banding Wajib Pajak dari Mantan Direktur Keberatan dan Banding Bambang Heru Ismiarso, mantan atasan Gayus Tambunan, yang saat ini diperbantukan sebagai pelaksana Sekretariat Ditjen Pajak. Saat rapat dimulai, berangsur-angsur anggota Panja lainnya pun mulai hadir dalam ruang rapat.
(ade)

10 Pejabat Ditjen Pajak Nonaktif Sambangi DPR

economy.okezone.com, Kamis 15 April 2010
Andina Meryani

JAKARTA - Panitia Kerja (Panja) Perpajakan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) memanggil 10 pejabat ditjen pajak yang dinonaktifkan untuk meminta keterangan yang atas kasus pajak yang terjadi saat ini.

Rapat dengar pendapat (RDP) yang dijadwalkan dimulai pada pukul 10.00 WIB ini berlangsung di Ruang Rapat Komisi XI DPR RI, Senayan, Kamis (15/4/2010).

Adapun akan dipimpin oleh pimpinan Panja Melchias Markus Mekeng, namun baru dimulai pada pukul 10.40 WIB yang hanya dihadiri 11 orang anggota Panja.

Berdasarkan pantauan okezone, dalam daftar hadir 10 pejabat ditjen pajak yang dipanggil tersebut, baru delapan orang yang menandatangani daftar hadir, yaitu:

1. Jhonny Tobing
2. Marudut Sitangganga
3. Bambang S
4. Dwi A
5. E Sulistyarini
6. Bambang Heru Ismiarso
7. Agus Budiono
8. Emir Herteniza

Sementara itu, dua orang lagi belum hadir. Rapat kali ini adalah lanjutan dari rapat panja perpajakan yang dilakukan pada Kamis (8/4/2010) di mana dalam kesempatan itu Ditjen Pajak memanggil Ditjen Pajak, M Tjiptardjo untuk memberikan sejumlah keterangan terkait masalah perpajakan yang terjadi.(ade)

Rabu, 14 April 2010

PMK Pembayaran Pajak Pribadi Pejabat Disiapkan

economy.okezone.com, Rabu 14 April 2010

Candra Setya Santoso

JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani berencana membuat Peraturan Menteri Keuangan (PMK) mengenai laporan pembayaran pajak pribadi dari para pejabat negara.


PMK tersebut merupakan turunan dari Keputusan Presiden (Keppres) nomor 33/1986 yang menyebutkan Menteri berwenang meminta keterangan soal kebenaran isi dari laporan pajak pribadi dari pejabat.

Hal tersebut ditegaskan Sri Mulyani, saat ditemui wartawan, seusai rapat pimpinan di Gedung Djuanda, Kemenkeu, Jakarta, Rabu (14/4/2010).

"Banyak yang meminta agar dilakukan langkah kongkrit, dan saat ini kami melihat ada langkah yang cukup baik dari niat seluruh pejabat di lingkungan Kemenkeu. Kami sedang menggodok sebuat PMK yang bisa diturunkan dari Kepres 33/86 yang memungkinkan laporan pembayaran pajak pribadi dari para pejabat negara," ungkapnya

Kemenkeu akan menggunakan landasan hukum tersebut, untuk pejabat di lingkungan Kemenkeu baik dari sisi LP2P dan juga LHKP yang ada di KPK.

Selanjutnya, juga berencana untuk membuat mekanisme kerja sama antara Inspektorat Jenderal (Itjen) dengan kepatuhan di Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) agar tak terhalangi oleh akses informasi.

"Dari sisi mekanisme organisasi akan dilakukan kesepakatan sehingga tak ada lagi halangan atau alasan untuk dilakukan investigasi dini," katanya.

Dirinya hampir yakin sebagian besar jajarannya adalah yang punya komitmen tinggi untuk reformasi dan menjalankan tugas dengan baik.

Hal tersebut cuma sebagai upaya hanya untuk menjamin, jika terjadi segelintir oknum yang nyata melanggar dan mungkin selama ini tak dilaporkan atau dihalangi investigasinya, itulah tujuan pastinya.

"Ini untuk sekaligus memberikan konfiden kepada seluruh jajaran, terutama pajak dan BC, bahwa mekanisme untuk melokalisir dan mengidentifikasi siapa yg sebenarnya menjadi persoalan tanpa membuat semua aparat terbebani dari sisi reputasi dan imej mereka," katanya.(adn)(rhs)

Benahi Pemeriksa Pajak

kompas.com, Rabu 14 April 2010

JAKARTA — Perilaku petugas pemeriksa pajak perlu dibenahi agar lebih profesional, kompeten, dan mandiri. Petugas pemeriksa pajak dan atasannya juga hendaknya mengubah gaya hidup tidak lagi sebagai pejabat, tetapi harus lebih bersikap melayani rakyat, dalam hal ini wajib pajak.

Demikian, antara lain, pembahasan yang muncul dalam diskusi terbatas ”Menumpuknya Sengketa Pajak di Pengadilan Pajak: Mengurai Akar Permasalahan” yang diadakan Tax Center Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (UI) di Depok, Selasa (13/4/2010).

Diskusi itu menghadirkan pembicara Winarto Suhendro dari Pengadilan Pajak; pengamat perpajakan dari UI, Darusallam; Ali Kadir dari Asosiasi Kuasa Hukum Pajak; dan Suryohadi dari Ikatan Konsultan Pajak Indonesia. Hadir juga sejumlah konsultan pajak dan akademisi.

Suryohadi mengemukakan, reformasi birokrasi di Kementerian Keuangan belum menyentuh tingkah laku aparat. Aparat masih berlaku sebagai pejabat, bukannya pelayan masyarakat. Hal ini memungkinkan karena aparat pemeriksa pajak, selain dilindungi UU, juga memiliki kewenangan yang terlalu kuat.

Hasilnya, jika terjadi perbedaan persepsi dalam surat pemberitahuan pajak, aparat pemeriksa yang cenderung dibenarkan Direktorat Jenderal Pajak. Aparat juga cenderung menyalahkan wajib pajak karena selalu dikejar target penerimaan pajak. Padahal, pajak itu tidak sekadar penerimaan, tetapi juga bagian dari upaya mendistribusikan kesejahteraan, keadilan, dan pertumbuhan ekonomi.

Akibatnya, wajib pajak cenderung mengajukan sengketa pajak ke Pengadilan Pajak. Dengan jumlah hakim pengadilan yang sekitar 48 orang dan segera berkurang karena belasan lainnya akan pensiun, ujar Winarto, jumlah berkas sengketa pajak terus menumpuk. Per akhir tahun 2009 tercatat masih ada 9.823 berkas, naik dari 7.011 berkas pada akhir tahun 2008.

Pengadilan Pajak yang terletak di Gedung Kementerian Keuangan Dhanapala, Pasar Senen, Jakarta Pusat, secara administrasi berada di bawah pembinaan Kementerian Keuangan. ”Para hakimnya memang mantan pejabat pajak, tetapi kewenangannya di bawah Mahkamah Agung,” ujar Winarto meluruskan persepsi bahwa Pengadilan Pajak berada di bawah Kementerian Keuangan. ”Dalam keputusannya juga lebih banyak memihak wajib pajak,” ujarnya. (ppg/oin)

Selasa, 13 April 2010

Gara-gara Gayus, BPK Audit Ditjen Pajak

detikFinance.com, Selasa 13 April 2010

Herdaru Purnomo

Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) akan segera melakukan audit kinerja kepada Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) selama tahun 2009. Hal tersebut dilakukan karena BPK melihat banyaknya kasus mafia pajak belakangan yang baru terungkap. Audit tersebut rencananya akan dilakukan pada semester II-2010.

Demikian diungkapkan oleh Ketua BPK Hadi Poernomo dalam konferensi persnya usai penyerahan ikhstisar hasil pemeriksaan dan laporan hasil pemeriksaan semester II-2009 kepada DPR-RI di Gedung DPR-RI, Jakarta, Selasa (13/04/2010).

"Karena kasus Gayus Tambunan kita akan melakukan audit kinerja khusus untuk Ditjen Pajak selama tahun 2009. Rencananya akan mulai dilakukan pada semester II-2010," ujar Hadi.

Ia memaparkan audit kinerja yang akan dilakukan BPK meliputi 3 hal penting. "Pertama, BPK akan fokus kepada peraturan perundang-undangan yang berbenturan dengan peraturan yang di atasnya, kedua kepada peraturan yang tidak dilaksanakan dan ketiga yakni kepada peraturan yang belum ditindaklanjuti di Ditjen Pajak," papar Hadi.

Nantinya, lanjut Hadi, jika memang ditemukan peraturan-peraturan yang bertentangan dengan perturan di atasnya maka nantinya akan diluruskan. "Kemudian jika ada peraturan yang belum dilaksanakan atau ditindaklanjuti ya harus dilaksanakan dan ditindaklanjuti," jelas Hadi.

Lebih lanjut Hadi mengatakan, BPK pada intinya akan mengaudit kinerja Ditjen Pajak dengan fokus kepada sistemnya saja atau sesuai dengan peraturan perundang-undangan. "Jika ditemukan kelemahan di perundang-undangan maka harus di lakukan amandemen undang-undang perpajakan," tutupnya.

(dru/dnl)

Ada Gayus, Pajak Mobil Mewah Tertunda

oto.detik.com, Selasa 13 April 2010

Jakarta - Rencana pemerintah untuk segera menaikkan pajak pertambahan nilai barang mewah (PPnBM) sepertinya akan tertunda. Sebab hingga kini belum ada kesepahaman antara pemerintah dan pengusaha dalam hal ini pengusaha mobil.

Apalagi setelah kasus makelar pajak mantan Pegawai Ditjen Pajak Gayus Tambunan terbongkar. Karena kasus Gayus itu, kini pemerintah jadi semakin hati-hati menerapkan pajak yang tidak populer seperti PPnBM.

"Kita harus berterima kasih pada Gayus, karena kasus dia, kemungkinan PPnBM kemungkinan ditunda," kelakar ketua Asosiasi Importir Kendaraan Indonesia (AIKI) Tommy R Dwiananda yang disambut gelak tawa hadirin yang mengikuti diskusi 'Jaminan Produsen Pada Konsumen Terhadap Produknya' di Fcone FX Plaza, Jalan Sudirman, Jakarta, Selasa (13/4/2010).

Selesai bergurau soal Gayus, Tommy menjelaskan bahwa target waktu penerapan PPnBM pada bulan April 2010 kini sudah terlewati. Padahal negosiasi antara pengusaha dan pemerintah masih berjalan.

"Saya baru saja rapat di (Kementerian) Keuangan, belum ada titik temu. Pemerintah masih mau PPnBM di atas 100 persen dari harga," ungkap Tommy.

Tommy beralasan, dengan berbagai pajak yang diterapkan pemerintah saat ini yang bisa sampai 75 persen dari harga mobil saja, pengusaha sudah kesulitan mengembangkan bisnisnya. Apalagi sampai lebih dari 100 persen.

"Padahal tren dunia usaha di seluruh dunia kini kan penurunan pajak, eh masak kita malah mau menaikkan," ujarnya.

Tommy malah menyarankan, bila memang pemerintah tetap ingin mendapat tambahan pemasukan dari pajak, turunkan pajak PPnBM dan lainnya.

Tapi beban pajak tetap ada yakni ketika konsumen mau memperpanjang STNK. Hal ini tentu tidak akan terlalu memberatkan dibanding harus menaikkan harga mobil karena banyaknya pajak.

"Dengan begitu, pendapatan daerah kan pasti naik. Jadi semua dapat untung tanpa harus terlalu membebani konsumen," tegasnya.
( syu / ddn )

Senin, 12 April 2010

Dirjen BC Belum Tahu Rekening Pegawainya Mencurigakan

 okezone.com, Senin 12 April 2010

Andina Meryani


JAKARTA - Dirjen Bea dan Cukai Thomas Sugijata mengaku belum mengetahui sepuluh pegawainya yang menurut Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terindikasi mencurigakan. Untuk itu dirinya akan meminta konfirmasi kepada PPATK.

"Saya belum tahu secara detail nama-nama itu, nanti saya coba konfirmasi dulu," ujarnya sebelum Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI, di Gedung MPR/DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (12/4/2010).

Namun dirinya mengakui bahwa kemungkinan laporan dari PPATK itu sudah masuk ke Irjen, namun belum sampai ke. Untuk itu, pihaknya berjanji akan segera menindaklanjuti laporan PPATK itu.

Dirinya meyakinkan kepada publik bahwa meski ditemukan sepuluh pegawai yang rekeningnya mencurigakan, jajaran Ditjen Bea dan Cukai sudah melakukan pengawasan khusus ke pegawainya tidak hanya jenjang antara pimpinan, program pengawasan itu dilakukan secara individual.

"Tentunya dengan adanya informasi ini, maka itu harus ditingkatkan. Nanti pasti yang akan melakukan (memeriksa dan memberi menindaklanjuti temuan) tahap pertama, adalah inspektorat jenderal," katanya.

Sebelumnya PPATK siang ini menyebutkan bahwa sejak 2005-2010 ini menemukan ada 25 transaksi pegawai dilingkungan Kementrian Keuangan yang mencurigakan. Sepuluh di antaranya berada di Ditjen Bea dan Cukai.

"Transaksi itu mencurigakan karena jumlahnya tidak biasa dibanding gaji bulanan mereka," kata Kepala PPATK Yunus Husein.(ade)