Selasa, 27 April 2010

Target Penerimaan Pajak Dinaikkan Rp 9 Triliun di 2010

detikfinance.com, Senin 26 April 2010

Ramdhania El Hida


Jakarta - Pemerintah menyanggupi untuk meningkatkan penerimaan perpajakan Rp 9 triliun di 2010, ini akan dimasukkan dalam APBN Perubahan 2010. Penerimaan ini antara lain diperoleh dari penerimaan Pajak sebesar Rp 7 triliun dan penerimaan PPh Migas sebesar Rp 1,2 triliun. Kemudian penerimaan dari Bea dan Cukai sebesar Rp 0,8 triliun.

Menteri Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan pemerintah sanggup untuk mendorong penerimaan dari sisi perpajakan.

"Optimalisasi dan tambahan masuk antara lain melalui extra effort Rp 2,3 triliun, penerimaan cukai yang berasal dari minuman mengandung etil alkohol (MMEA) sebesar Rp 1 triliun, dan pajak ditanggung pemerintah sebesar Rp 2,1 triliun," ujarnya dalam Rapat Kerja Optimalisasi Penerimaan Negara dengan Komisi XI dengan pemerintah, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (26/4/2010).

Rincian peningkatan penerimaan perpajak tersebut adalah:

  * Penerimaan Pajak menjadi Rp 640,4 triliun
  * Penerimaan Bea dan Cukai Rp 82 triliun
  * Penerimaan PPh Migas menjadi 55,8 triliun

Kepastian tersebut didapatkan dengan asumsi pertumbuhan ekonomi di 2010 sebesar 5,8%, inflasi 5,3%, nilai Rp 9.300 per dolar AS, harga minyak US$ 80 per barel, dan lifting minyak 965 ribu barel per tahun.

Penerimaan yang berasal dari pajak ditanggung pemerintah adalah berasal dari tunggakan pajak PPN bank syariah dari transaksi murabaha dan tunggakan pajak BUMN yang tidak mampu membayarnya.

Jadi, secara total, penerimaan dari sisi perpajakan akan menjadi Rp 744,3 triliun dari posisi semula pada RAPBN-P 2010 yang diajukan pemerintah kepada DPR RI sebesar Rp 733,2 triliun. Untuk itu, rasio pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) menjadi 11,9% dari posisi semula 11,7%. Hal ini masih di bawah permintaan DPR yang menuntut rasio pajak sebesar 13,5%.

Namun, Hatta mengatakan, pendapatan ini dapat tergerus jika asumsi rupiah berubah dari asumsi yang disepakati Komisi XI yaitu Rp 9.300 per dolar AS menjadi Rp 9.200 per dolar AS. Padahal, Panitia Kerja Badan Anggaran DPR telah menyepakati nilai tukar rupiah menjadi Rp 9.200 per dolar AS.

Sayangnya Hatta tak mau menyebutkan potensi penggerusan bila asumsi nilai tukar rupiah disepakati menjadi Rp 9.200 per dolar AS.

"Yang jelas tidak akan terlalu besar. Nanti dari sisi pajak akan tergerus. Cuma kita lihat hal-hal yang berkenaan dengan trade (expor impor)," ujarnya.

Pembahasan di lingkungan Badan Anggaran DPR RI hingga saat ini masih menunggu asumsi makro yang lain. Keempat asumsi makro sudah disepakati oleh Panja Banggar.

Tinggal dua asumsi lagi yang akan dibahas di lingkungan Panja Banggar, yaitu lifting minyak dan ICP. Komisi VII dan pemerintah telah menyepakati untuk lifting minyak sebesar 965 ribu barel per tahun dan ICP US$ 80 per barel.

(nia/dnl)

Tidak ada komentar: